Seorang istri
berjuang membantu suaminya seorang guru yang lumpuh dengan cara menggendong
menuju tempat mengajar selama lebih dari 17 tahun
Hidayatullah.com—
Du Chanyun adalah seorang guru di kampung Dakou kota Liushan, tepatnya di
pedalaman pegunungan Tuniu. Chanyun adalah tumpuan harapan dari 500 KK yang
tersebar di kampung Dakou.
Tahun 1981,
setelah lulus SMA, ketika itu usianya 19 tahun, Chanyun memutuskan menjadi
seorang guru SD di kampung Dakou. Pria asal kampung Nancao, Provinsi Henan ini
adalah seorang guru yang gigih. Selama sepuluh tahun, setiap bulan dia hanya
memperoleh gaji guru sebesar RB. 6.5 (atau sekitar Rp. 7.000,-).
Suatu hari,
di tahun 1990, bencana datang menimpanya. Saat itu adalah musim panas. Hujan
badai membasahi ruangan kelas sekolahnya. Biasanya, di liburan musim panas,
orang-orang di kampung itu mengumpulkan uang untuk memperbaiki sekolah, Du
Chanyun begitu bersemangat bekerja, kehujanan pun tetap kerja memindahkan batu,
seluruh badan basah kuyup. Akhirnya pada suatu hari, dia jatuh sakit, sakit
berat karena kehujanan dan capek.
Sayangnya,
setelah sembuh ia mendapatkan tubuhnya dia sudah tidak mampu dibuat berdiri
lagi. Tubuh sisi kirinya tidak dapat digerakkan. Meski begitu, ia khawatir,
mengajar akan menjadi sebuah mimpi yang jauh baginya.
Istrinya, Li
Zhengjie merasakan isi hati sang suami. Untuk menentramkannya, Li mengatakan,
“Kamu jangan kuatir, kamu tidak bisa jalan, sampai panggung pun saya akan
menggendongmu,” demikian ujar wanita dari kampung yang buta huruf ini.
Menopang
Suami
Tak urung, Li
memikul tanggung jawab keluarga. Setiap hari, ia harus menggendong suaminya
menjadi seorang guru dari rumah sampai sekolah yang jaraknya 6 mil. Sejak 1
September 1990, jadwal hidup Li seperti ini. Setiap hari mulai pagi-pagi, Li
Zhengjie bangun menanak nasi, membangunkan 4 anggota keluarganya dan menyiapkan
mereka makanan. Setelah makan, ia harus menggendong suaminya berangkat
mengajar.
Di sepanjang
jalan, Li meraba, merangkak jatuh bangun sampai tiba di sekolah. Di sekolah, Li
menempatkan suaminya di kursi lalu menitip pesan ke beberapa murid yang agak
besar lantas bergesa-gesa pulang. Maklum, di rumah masih ada sawah yang
menunggunya untuk dikerjakan.
Sejak memikul
tanggung jawab mengendong suaminya, ada dua hal yang paling dia takuti adalah
musim panas dan musim dingin.
Rumah Du
Chanyun berada pada Barat Selatan sekolah, walaupun jarak dari rumahnya ke
sekolah hanya 3 mil, namun tidak ada jalan lain, selain dari jalan tikus,
dengan batu-batuan yang berserakan, ranting-ranting pohon, sungai kecil.
Pada suatu
hari di musim panas, saat itu, baru saja turun hujan lebat, Li Zhengjie seperti
hari biasa menggendong suaminya berangkat. Air sungai saat itu melimpah menutup
batu injakkan kakinya. Li Zhengjie sudah hati-hati meraba-raba batu pijakan,
namun tidak disangka ia tergelincir. Arus sungai yang deras menghanyutkan
mereka sampai 10 meter lebih. Untung tertahan oleh ranting pohon yang melintang
di hulu sungai. Setelah lebih kurang setengah jam, ayahnya yang merasa khawatir
akhirnya datang mencari, mereka ditarik, anak dan menantunya baru berhasil
diselamatkan. Li lolos dari ancaman maut.
Dalam
beberapa tahun ini, Li Zhengjie terus menggendong suaminya. Entah sudah berapa
kali ia jatuh bangun. Pernah suaminya jatuh di posisi bawah. Kadang-kadang Li
Zhengjie jatuh di posisi bawah. Suatu hari Li Zhengjie punya akal, setiap jatuh
dia berusaha duluan menjatuhkan tubuhnya yang kekar menahan batu yang
mengganjal.
Li Zhengjie
telah berjuang membantu suaminya siang dan malam. Ia bekerja keras dan capek.
Sang suami, melihat dengan jelas perjuangan istrinya itu. Hati Du Chanyun
merasa iba.
Pada tahun
1993, Du Chanyun memulai rencana buruk agar sang istri meninggalkannya.Ia tak
ini sang istri menderita. Untuk mencapai tujuan ini, dia mengubah karakternya,
sengaja ia mencari gara-gara untuk bertengkar. Du Chanyun, mulai memakinya.
Tentu saja Li Zhengjie merasa tertekan. Setelah 2 kali ribut besar, mereka
sungguh-sungguh akan bercerai.
Di hari
perceraian yang ditunggu, Li Zhengjie menggendong suaminya naik sepeda. Ia
sangat berhati-hati mendorong suaminya ke kelurahan setempat. Semua orang
sangat mengenal sepasang suami-istri yang dikenal akrab ini. Begitu melihat
tampang keduanya, semua orang makin gembira. “Saya tidak pernah melihat wanita
menggendong suaminya ke lurah minta cerai, kalian pulang saja,” ujar pihak
kelurahan.
Setelah
keributan minta perceraian tenang kembali, Li Zhengjie hanya mengucapkan
sepatah kata pada suaminya. “Walaupun nanti kamu tidak bisa bangun lagi, saya
juga akan menggendong kamu sampai tua.”
Tidak Bolos
Mengajar
Kondisi di
sekolah tempat Du Chanyun mengajar sangat parah. Meski demikian, kedua pasang
suami istri bisa memberikan pendidikan yang baik buat anak-anak. Di sekolah
itu, pendidikan sangat kurang bik. Tidak ada alat musik dan tidak ada
poliklinik. Namun Du Guangyun menggunakan daun membuat irama musik buat
anak-anak. Li Zhengjie naik ke gunung mencari obat ramuan, pada musim panas dia
memasak obat pendingin buat anak-anak, pada musim dingin masak obat anti flu
buat anak-anak.
Di bawah
bantuan istri, dalam 17 tahun, hari demi hari, tidak terhalangi oleh angin
hujan, tidak pernah bolos satu kali pun.
Suatu hal
yang menggembirakan, data yang terkumpul dari kepala sekolah tentang hasil
ujian negeri bulan April, tingkat siswa yang lulus dari sekolah SD tersebut
mencapai 100 %. Tahun lalu ketika ujian masuk perguruan tinggi, ada 4 orang
siswa yang dulu pernah diajari dia masuk ke perguruan tinggi, tahun ini ada 4
lagi yang lulus masuk masuk spesialis.
Kini, setiap
hari raya Imlek, murid-muridnya sengaja pulang ke kampung menjenguk bapak dan
ibu gurunya, masalah tersebut menjadi peristiwa yang sangat menggembirakan bagi
sepasang suami istri guru ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar