Jumat, 29 Juni 2012

Dua Pilihan (True Story)

Pada sebuah jamuan makan malam pengadaan dana untuk sekolah anak-anak cacat,
ayah dari salah satu anak yang bersekolah disana menghantarkan satu pidato
yang tidak mungkin dilupakan oleh mereka yang menghadiri acara itu. Setelah
mengucapkan salam pembukaan, ayah tersebut mengangkat satu topik:
‘Ketika tidak mengalami gangguan dari sebab-sebab eksternal, segala proses
yang terjadi dalam alam ini berjalan secara sempurna/ alami. Namun tidak
demikian halnya dengan anakku, Shay. Dia tidak dapat mempelajari hal-hal
sebagaimana layaknya anak-anak yang lain. Nah, bagaimanakah proses alami ini
berlangsung dalam diri anakku? ‘
Para peserta terdiam menghadapi pertanyaan itu.

Ayah tersebut melanjutkan: “Saya percaya bahwa, untuk seorang anak seperti
Shay, yang mana dia mengalami gangguan mental dan fisik sedari lahir,
satu-satunya kesempatan untuk dia mengenali alam ini berasal dari bagaimana
orang-orang sekitarnya memperlakukan dia”

Kemudian ayah tersebut menceritakan kisah berikut:
Shay dan aku sedang berjalan-jalan di sebuah taman ketika beberapa orang
anak sedang bermain baseball. Shay bertanya padaku,”Apakah kau pikir mereka
akan membiarkanku ikut bermain?” Aku tahu bahwa kebanyakan anak-anak itu
tidak akan membiarkan orang-orang seperti Shay ikut dalam tim mereka, namun
aku juga tahu bahwa bila saja Shay mendapat kesempatan untuk bermain dalam
tim itu, hal itu akan memberinya semacam perasaan dibutuhkan dan kepercayaan
untuk diterima oleh orang-orang lain, diluar kondisi fisiknya yang cacat.
Aku mendekati salah satu anak laki-laki itu dan bertanya apakah Shay dapat
ikut dalam tim mereka, dengan tidak berharap banyak. Anak itu melihat
sekelilingnya dan berkata, “kami telah kalah 6 putaran dan sekaran sudah
babak kedelapan. Aku rasa dia dapat ikut dalam tim kami dan kami akan
mencoba untuk memasukkan dia bertanding pada babak kesembilan nanti’
Shay berjuang untuk mendekat ke dalam tim itu dan mengenakan seragam tim
dengan senyum lebar, dan aku menahan air mata di mataku dan kehangatan dalam
hatiku. Anak-anak tim tersebut melihat kebahagiaan seorang ayah yang gembira
karena anaknya diterima bermain dalam satu tim.

Pada akhir putaran kedelapan, tim Shay mencetak beberapa skor, namun masih
ketinggalan angka. Pada putaran kesembilan, Shay mengenakan sarungnya dan
bermain di sayap kanan. Walaupun tidak ada bola yang mengarah padanya, dia
sangat antusias hanya karena turut serta dalam permainan tersebut dan berada
dalam lapangan itu. Seringai lebar terpampang di wajahnya ketika aku
melambai padanya dari kerumunan. Pada akhir putaran kesembilan, tim Shay
mencetak beberapa skor lagi. Dan dengan dua angka out, kemungkinan untuk
mencetak kemenangan ada di depan mata dan Shay yang terjadwal untuk menjadi
pemukul berikutnya.

Pada kondisi yg spt ini, apakah mungkin mereka akan mengabaikan kesempatan
untuk menang dengan membiarkan Shay menjadi kunci kemenangan mereka?
Yang mengejutkan adalah mereka memberikan kesempatan itu pada Shay.
Semua yang hadir tahu bahwa satu pukulan adalah mustahil karena Shay bahkan
tidak tahu bagaimana caranya memegang pemukul dengan benar, apalagi
berhubungan dengan bola itu.

Yang terjadi adalah, ketika Shay melangkah maju kedalam arena, sang pitcher,
sadar bagaimana tim Shay telah mengesampingkan kemungkinan menang mereka
untuk satu momen penting dalam hidup Shay, mengambil beberapa langkah maju
ke depan dan melempar bola itu perlahan sehingga Shay paling tidak bisa
mengadakan kontak dengan bola itu. Lemparan pertama meleset; Shay mengayun
tongkatnya dengan ceroboh dan luput. Pitcher tsb kembali mengambil beberapa
langkah kedepan, dan melempar bola itu perlahan kearah Shay. Ketika bola itu
datang, Shay mengayun kearah bola itu dan mengenai bola itu dengan satu
pukulan perlahan kembali kearah pitcher.

Permainan seharusnya berakhir saat itu juga, pitcher tsb bisa saja dengan
mudah melempar bola ke baseman pertama, Shay akan keluar, dan permainan akan
berakhir.

Sebaliknya, pitcher tsb melempar bola melewati baseman pertama, jauh dari
jangkauan semua anggota tim. Penonton bersorak dan kedua tim mulai
berteriak, “Shay, lari ke base satu! Lari ke base satu!”. Tidak pernah dalam
hidup Shay sebelumnya ia berlari sejauh itu, tapi dia berhasil melaju ke
base pertama. Shay tertegun dan membelalakkan matanya.
Semua orang berteriak, “Lari ke base dua, lari ke base dua!”
Sambil menahan napasnya, Shay berlari dengan canggung ke base dua. Ia
terlihat bersinar-sinar dan bersemangat dalam perjuangannya menuju base dua.
Pada saat Shay menuju base dua, seorang pemain sayap kanan memegang bola itu
di tangannya. Pemain itu merupakan anak terkecil dalam timnya, dan dia saat
itu mempunyai kesempatan menjadi pahlawan kemenangan tim untuk pertama kali
dalam hidupnya. Dia dapat dengan mudah melempar bola itu ke penjaga base
dua. Namun pemain ini memahami maksud baik dari sang pitcher, sehingga
diapun dengan tujuan yang sama melempar bola itu tinggi ke atas jauh
melewati jangkauan penjaga base ketiga. Shay berlari menuju base ketiga.

Semua yang hadir berteriak, “Shay, Shay, Shay, teruskan perjuanganmu Shay”
Shay mencapai base ketiga saat seorang pemain lawan berlari ke arahnya dan
memberitahu Shay arah selanjutnya yang mesti ditempuh. Pada saat Shay
menyelesaikan base ketiga, para pemain dari kedua tim dan para penonton yang
berdiri mulai berteriak, “Shay, larilah ke home, lari ke home!”. Shay
berlari ke home, menginjak balok yg ada, dan dielu-elukan bak seorang hero
yang memenangkan grand slam. Dia telah memenangkan game untuk timnya.
Hari itu, kenang ayah tersebut dengan air mata yang berlinangan di wajahnya,
para pemain dari kedua tim telah menghadirkan sebuah cinta yang tulus dan
nilai kemanusiaan kedalam dunia.

Shay tidak dapat bertahan hingga musim panas berikut dan meninggal musim
dingin itu. Sepanjang sisa hidupnya dia tidak pernah melupakan momen dimana
dia telah menjadi seorang hero, bagaimana dia telah membuat ayahnya bahagia,
dan bagaimana dia telah membuat ibunya menitikkan air mata bahagia akan sang
pahlawan kecilnya.

Seorang bijak pernah berkata, sebuah masyarakat akan dinilai dari cara
mereka memperlakukan seorang yang paling tidak beruntung diantara mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar