Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, Rini
mulai merasa lelah. Alasan-alasannya mencintai Rinto seperti dulu telah berubah
menjadi sesuatu yang menjemukan.
Rini seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta
berperasaan halus. Rini merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang
menginginkan permen.
Tetapi semua itu tidak pernah Rini dapatkan. Rinto jauh berbeda dari
kenyataan yang Rini harapkan. Rasa sensitifnya kurang. Dan ketidakmampuannya
dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan
semua harapan Rini akan cinta yang ideal.
Suatu hari, Rini beranikan diri untuk mengatakan keputusannya kepada Rinto,
bahwa Rini menginginkan perceraian dengan Rinto.
"Mengapa?", tanya Rinto dengan terkejut.
"Aku lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang aku inginkan," jawab Rini.
"Mengapa?", tanya Rinto dengan terkejut.
"Aku lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang aku inginkan," jawab Rini.
Rinto terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak
seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan Rini semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat
mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa diharapkan darinya?
Dan akhirnya Rinto bertanya, "Apa yang dapat aku lakukan untuk merubah
pikiran kamu?"
Rini menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, "Aku punya
pertanyaan, jika kamu dapat menemukan jawabannya di dalam perasaanku, maka aku
akan mengubah pikiran dan keputusanku."
"Seandainya, aku menyukai setangkai bunga indah yg ada di tebing
gunung. Kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati.
Apakah kamu akan memetik bunga itu untukku?"
Apakah kamu akan memetik bunga itu untukku?"
Dia termenung dan akhirnya berkata, "Aku akan memberikan jawabannya
besok."
Perasaan Rini langsung gundah mendengar responnya.
Keesokan paginya, Rinto tidak ada di rumah, dan Rini menemukan selembar
kertas dengan coretan tangan di bawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang
bertuliskan: "Sayang, aku tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi
ijinkan aku untuk menjelaskan alasannya."
Kalimat pertama ini menghancurkan perasaan Rini. Rini melanjutkan untuk
membacanya.
"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu 'teman baik kamu' datang setiap
bulannya, dan aku harus memberikan tanganku untuk memijat kaki kamu yang
pegal."
"Kamu senang diam di rumah, dan aku selalu kuatir kamu akan menjadi
'aneh'. Aku harus membelikan sesuatu yang dapat menghibur kamu di rumah atau
meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami."
"Kamu selalu terlalu dekat menonton televisi, terlalu dekat membaca
buku, dan itu tidak baik untuk kesehatan mata kamu. Aku harus menjaga mataku
agar ketika kita tua nanti, aku masih dapat menolong mengguntingkan kuku kamu
dan mencabuti uban kamu."
"Tanganku akan memegang tanganmu, membimbing kamu menelusuri pantai,
menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga
yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajah kamu."
"Tetapi Sayang, aku tidak akan mengambil bunga indah yang ada di tebing
gunung itu hanya untuk mati. Karena, aku tidak sanggup melihat air mata kamu
mengalir. Sayang, aku tahu, ada banyak orang yang bisa mencintai kamu lebih
dari aku mencintai kamu. Untuk itu, jika semua yang telah diberikan tanganku,
kakiku, mataku tidak cukup buat kamu, aku tidak bisa menahan kamu untuk mencari
tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakan kamu."
Air mata aku jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur,
tetapi Rini tetap berusaha untuk terus membacanya.
"Jika kamu tidak puas dengan jawabanku ini, biarkan aku masuk untuk
membereskan barang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit hidup kamu.
Percayalah, kebahagiaanku adalah bila melihat kamu bahagia."
Rini segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu
dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaan Rini.
Kini Rini tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai Rini lebih dari Rinto
mencintai Rini. Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah
berangsur-angsur hilang dari perasaan kita, karena kita merasa dia tidak dapat
memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya
telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami
wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu. Karena
cinta tidak selalu harus berwujud "bunga".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar