Fadlan datang kepada seorang kyai di kampungnya. Ia merasa bingung. Sudah banyak cara telah ia tempuh, namun rezeki masih tetap sulit ia cari.
Kata orang, rezeki itu bisa datang sendiri, apalagi kalau sudah menikah.
Buktinya, sudah 3 tahun ia menikah dan dikarunia dua orang anak, ia masih tetap hidup luntang-lantung
tak menentu.
Benar, keluarganya tidak pernah kelaparan sebab tidak ada makanan. Namun kalau terus-terusan hidup kepepet dan tidak punya pekerjaan, rasanya tidak ada kebanggaan diri.
Ia pun datang kepada Kyai Ahmad untuk minta sumbang saran. Kalau boleh sekaligus minta do’a dan pekerjaan darinya. Terus terang, ia sendiri kagum dengan sosok Kyai Ahmad yang amat bersahaja. Tidak banyak yang ia kerjakan, namun dengan anak 9 orang, sepertinya
mustahil bila ia tidak pusing memikirkan nafkah keluarga. Tapi nyatanya, sampai sekarang Kyai Ahmad tetap sumringah di mata Fadlan. Tidak pernah ia lihat Kyai Ahmad bermuka muram seperti dirinya. Makanya hari itu, Fadlan datang untuk meminta nasehat kyai tersebut.
“Hidup ini adalah adegan. Kita hanya wayang, sementara dalangnya adalah Gusti
Allah! Jadi, manusia itu hidup karena disuruh ‘manggung’ oleh Dalangnya!” Kyai Ahmad
membuka penjelasan dengan sebuah ilustrasi ringan.
“Gak mungkin… kalau wayang itu manggung sendiri. Pasti, ia dimainkan oleh
Dalang. Sementara selama di panggung, pasti Dalang akan memperhatikan nasib wayang itu!
Begitu juga manusia… gak mungkin dia hidup di dunia, tanpa diperhatikan segala
kebutuhannya oleh Gusti Allah! Sudah paham belum kamu, Fadhlan?!” Kyai Ahmad
mengakhiri penjelasannya dengan sebuah pertanyaan.
“Tapi pak kyai…, kalau Gusti Allah benar menjamin hidup hamba-Nya… kenapa
hidup saya seperti sia-sia begini ya… nyari nafkah saja kok susah!” Fadlan menyampaikan
keluhnya.
“Oh… itu karena kamu belum datang kepada Gusti Allah. Kalau kamu datang kepada
Gusti Allah, hidupmu gak bakal sia-sia!” Kyai Ahmad menambahkan.
Fadhlan belum mengerti betul apa maksud sebenarnya dari kata ‘datang kepada
Allah’, ia pun menanyakan gambaran kongkrit tentang hal itu kepada Kyai Ahmad.
Dengan santai Kyai Ahmad menjelaskan, “Fadlan…, semua masalah di dunia ini
bakal selesai asal kita datang kepada Allah. Banyak di dunia ini orang yang bermasalah,
punya hutang segunung, rezeki sulit, ditimpa berbagai macam penyakit, kemiskinan,
kelaparan dan lain-lain… Itu disebabkan karena mereka tidak datang kepada Allah. Kalau
saja mereka datang kepada Allah, maka segala masalah mereka terselesaikan!”
“Apakah hanya sesederhana itu, pak Kyai?"Fadlan bertanya dengan nada penasaran.
“Ya, hanya sesederhana itu!” Pak kyai menegaskan.
Pak Kyai bercerita, “Pernah terjadi di Rusia di sebuah negeri yang terkenal atheis,
seorang pria pergi ke tukang cukur. Saat rambutnya dicukur, ia terserang kantuk. Kepalanya
mulai mengangguk-angguk karena kantuk. Tukang cukur merasa kesal, namun untuk
membangunkan pelanggannya, si tukang cukur mulai bicara:
‘Pak, apakah bapak termasuk orang yang percaya tentang adanya Tuhan?’
Pelanggan menjawab, ‘Ya, saya percaya adanya Tuhan!’
Agar pembicaraan tak terhenti, si tukang cukur menimpali,
‘Saya termasuk orang yang tidak percaya kepada Tuhan!’
‘Apa alasanmu?’ pelanggan melempar tanya.
‘Kalau benar di dunia ini ada Tuhan, dan sifat-Nya adalah Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, menurut saya tidak mungkin di dunia ada orang yang punya banyak masalah,
terlilit hutang, terserang penyakit, kelaparan, kemiskinan dan lain-lain. Ini khan bukti
sederhana bahwa di dunia ini tidak ada Tuhan!’ tukang cukur berbicara dengan cukup
lantang.
Si pelanggan terdiam. Dalam hati, ia berpikir keras mencari jawaban. Namun sayang,
sampai cukuran selesai pun ia tetap tidak menemukan jawaban. Maka pembicaraan pun
terhenti. Sementara si tukang cukur tersenyum sinis, seolah ia telah memenangkan
perdebatan.
Akhirnya, saat cukuran itu selesai, si pelanggan bangkit dari kursi dan ia berikan
ongkos yang cukup atas jasa cukuran. Tak lupa, ia berterima kasih dan pamit untuk
meninggalkan tempat. Namun dalam langkahnya, ia masih tetap mencari jawaban atas
perdebatan kecil yang baru ia jalani.
Saat berdiri di depan pintu barber shop, ia tarik tungkai pintu kemudian hendak
melangkahkan kakinya keluar…. saat itu Allah Swt mengirimkan jawaban padanya.
Matanya tertumbuk pada seorang pria gila yang berparas awut-awutan. Rambut
panjang tak terurus, janggut lebat berantakan.
Demi melihat hal sedemikian, pintu barber shop yang tadi telah ia buka maka ditutup
kembali.
Ia pun datang lagi kepada tukang cukur dan berkata, ‘Pak, menurut saya yang tidak
ada di dunia ini adalah TUKANG CUKUR!’
Merasa aneh dengan pernyataan itu, tukang cukur balik bertanya, ‘Bagaimana bisa Anda berkata demikian. Padahal baru saja rambut Anda saya pangkas!’
‘Begini pak, di jalan saya dapati ada orang yang kurang waras. Rambutnya panjang
tak terurus, janggutnya pun lebat berantakan. Kalau benar di dunia ini ada tukang cukur,
rasanya tidak mungkin ada pria yang berperawakan seperti itu!’ si pelanggan menyampaikan
penjelasannya.
Tukang cukur tersenyum, sejenak kemudian dengan enteng ia berkata, ‘Pak… bukan
Tukang Cukur yang tidak ada di dunia ini. Masalah sebenarnya adalah pria gila yang Anda ceritakan tidak mau hadir dan datang ke sini, ke tempat saya… Andai dia datang, maka
rambut dan janggutnya akan saya rapihkan sehingga ia tidak berperawakan sedemikian!’
Tiba-tiba si pelanggan meledakkan suara, ‘Naaaahhhh…. itu dia jawabannya.
Rupanya Anda juga telah menemukan jawaban dari pertanyaan yang Anda lontarkan!’
‘Apa maksudmu?’ si tukang cukur tidak mengerti dengan pernyataan pelanggannya.
‘Anda khan bilang bahwa di dunia ini banyak manusia yang punya masalah. Kalau
saja mereka datang kepada Tuhan, pastilah masalah mereka akan terselesaikan. Persis sama
kejadiannya bila pria gila tadi datang kemari dan mencukurkan rambutnya kepada Anda!’”
Kyai Ahmad mengakhiri kisah yang ia sampaikan. Terlihat Fadlan menganggukkan
kepala tanda mengerti.
“Jadi…, kamu hanya tinggal memohon saja apa yang kamu inginkan kepada Allah Swt., pasti
Allah bakal berikan apa yang kamu pinta!” Kyai Ahmad berkata memberi garansi.
Fadlan sudah mulai yakin, tapi ia masih mengejar dengan satu pertanyaan, “Pak Kyai,
saya sudah niat untuk datang dan semakin mengakrabkan diri kepada Allah. Tapi bagaimana
caranya ya pak Kyai agar saya bisa memohon nafkah yang cukup kepada Allah?”
Kemudian Pak Kyai membacakan ayat dalam Al Qur’an:
“Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan
kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang
Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau
hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan.
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke
dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang
hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup, dan Engkau
beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)”. QS. Ali Imran : 26-27
“Bacalah ayat itu sesering mungkin dan perbanyak doa memohon nafkah serta rezeki yang
halal dari Allah Swt. Yakinlah bahwa Allah Swt akan senantiasa menjamin penghidupanmu
dan keluarga!” Kyai Ahmad mengakhiri pembicaraan dengan memberi pesan.
Usai pembicaraan dengan Kyai Ahmad, Fadlan merasa yakin bila dirinya hendak mencari
nafkah, maka cara termudah yang dapat ia kerjakan hanyalah dengan ‘Datang dan Memohon
kepada Pemilik Nafkah!’
Fadlan telah meyakini hal ini.
Bagaimana dengan Anda?
husni
Rabu, 21 November 2012
Senin, 19 November 2012
Kisah Sebuah Pernikahan
“Sedikit Renungan cerita buat kita yang banyak hikmahnya jika kita mau mengkajinya”
Hari pernikahanku. Hari yang paling bersejarah dalam hidup. Seharusnya saat itu aku
menjadi makhluk yang paling berbahagia. Tapi yang aku rasakan justru rasa haru biru.
Betapa tidak. Di hari bersejarah ini tak ada satu pun sanak saudara yang menemaniku ke
tempat mempelai wanita. Apalagi ibu. Beliau yang paling keras menentang
perkawinanku.Masih kuingat betul perkataan ibu tempo hari,
“Jadi juga kau nikah sama buntelan karung hitam’ itu ….?!?” Duh……, hatiku sempat
kebat-kebit mendengar ucapan itu. Masa calon istriku disebut ‘buntelan karung hitam’.
“Kamu sudah kena pelet barangkali Yanto. Masa suka sih sama gadis hitam, gendut
dengan wajah yang sama sekali tak menarik dan cacat kakinya. Lebih tua beberapa tahun lagi
dibanding kamu !!” sambung ibu lagi.
“Cukup Bu! Cukup! Tak usah ibu menghina sekasar itu. Dia kan ciptaan Allah.
Bagaimana jika pencipta-Nya marah sama ibu…?” Kali ini aku terpaksa menimpali ucapan
ibu dengan sedikit emosi. Rupanya ibu amat tersinggung mendengar ucapanku.
“Oh…. rupanya kau lebih memillih perempuan itu ketimbang keluargamu. baiklah
Yanto. Silahkan kau menikah tapi jangan harap kau akan dapatkan seorang dari kami ada di
tempatmu saat itu. Dan jangan kau bawa perempuan itu ke rumah ini !!”
DEGG !!!!
“Yanto…. jangan bengong terus. Sebentar lagi penghulu tiba,” teguran Ismail
membuyarkan lamunanku.
Segera kuucapkan istighfar dalam hati.
“Alhamdulillah penghulu sudah tiba. Bersiaplah …akhi,” sekali lagi Ismail memberi
semangat padaku.
“Aku terima nikahnya, kawinnya Shalihah binti Mahmud almarhum dengan mas
kawin seperangkat alat sholat tunai !” Alhamdulillah lancar juga aku mengucapkan aqad
nikah.
“Ya Allah hari ini telah Engkau izinkan aku untuk meraih setengah dien.
Mudahkanlah aku untuk meraih sebagian yang lain.”
Di kamar yang amat sederhana. Di atas dipan kayu ini aku tertegun lama.Memandangi
istriku yang tengah tertunduk larut dalam dan diam. Setelah sekian lama kami saling diam,
akhirnya dengan membaca basmalah dalam hati kuberanikan diri untuk menyapanya.
“Assalamu’alaikum …. permintaan hafalan Qur’annya mau di cek kapan De’…?”
tanyaku sambil memandangi wajahnya yang sejak tadi disembunyikan dalam tunduknya. 26
Sebelum menikah, istriku memang pernah meminta malam pertama hingga ke sepuluh agar
aku membacakan hafalan Qur’an tiap malam satu juz. Dan permintaan itu telah aku setujui.
“Nanti saja dalam qiyamullail,” jawab istriku, masih dalam tunduknya. Wajahnya yang
berbalut kerudung putih, ia sembunyikan dalam-dalam. Saat kuangkat dagunya, ia seperti
ingin menolak. Namun ketika aku beri isyarat bahwa aku suaminya dan berhak untuk
melakukan itu , ia menyerah.
Kini aku tertegun lama. Benar kata ibu ..bahwa wajah istriku ‘tidak menarik’.
Sekelebat pikiran itu muncul ….dan segera aku mengusirnya.
Matanya berkaca-kaca menatap lekat pada bola mataku.
“Bang, sudah saya katakan sejak awal ta’aruf, bahwa fisik saya seperti ini. Kalau
Abang kecewa, saya siap dan ikhlas. Namun bila Abang tidak menyesal beristrikan saya,
mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan yang banyak untuk Abang. Seperti
keberkahan yang Allah limpahkan kepada Ayahnya Imam malik yang ikhlas menerima
sesuatu yang tidak ia sukai pada istrinya. Saya ingin mengingatkan Abang akan firman Allah
yang dibacakan ibunya Imam Malik pada suaminya pada malam pertama pernikahan
mereka,” …
Dan bergaullah dengan mereka (istrimu) dengat patut (ahsan). Kemudian bila kamu
tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya kebaikan yang banyak.”(QS An-Nisa:19)
Mendengar tutur istriku, kupandangi wajahnya yang penuh dengan air mata itu lekat-
lekat. Aku teringat kisah suami yang rela menikahi seorang wanita yang memiliki cacat itu.
Dari rahim wanita itulah lahir Imam Malik, ulama besar ummat Islam yang namanya abadi
dalam sejarah.
“Ya Rabbi aku menikahinya karena Mu. Maka turunkanlah rasa cinta dan kasih
sayang milikMu pada hatiku untuknya. Agar aku dapat mencintai dan menyayanginya
dengan segenap hati yang ikhlas.”
Pelan kudekati istriku. Lalu dengan bergetar, kurengkuh tubuhya dalam dekapku.
Sementara, istriku menangis tergugu dalam wajah yang masih menyisakan segumpal ragu.
“Jangan memaksakan diri untuk ikhlas menerima saya, Bang. Sungguh… saya siap
menerima keputusan apapun yang terburuk,” ucapnya lagi.
“Tidak…De’. Sungguh sejak awal niat Abang menikahimu karena Allah. Sudah
teramat bulat niat itu. Hingga Abang tidak menghiraukan ketika seluruh keluarga memboikot
untuk tak datang tadi pagi,” paparku sambil menggenggam erat tangannya.
Malam telah naik ke puncaknya pelan-pelan. Dalam lengangnya bait-bait do’a
kubentangkan pada Nya.
“Robbi, tak dapat kupungkiri bahwa kecantikan wanita dapat mendatangkan cinta
buat laki-laki. Namun telah kutepis memilih istri karena rupa yang cantik karena aku
ingin mendapatkan cinta-Mu. Robbi saksikanlah malam ini akan kubuktikan bahwa 27
cinta sejatiku hanya akan kupasrahkan pada-Mu. Karena itu, pertemukanlah aku
dengan-Mu dalam Jannah-Mu !”
Aku beringsut menuju pembaringan yang amat sederhana itu. Lalu kutatap raut wajah
istriku denan segenap hati yang ikhlas. Ah, .. sekarang aku benar-benar mencintainya.
Kenapa tidak? Bukankah ia wanita sholihah sejati. Ia senantiasa menegakkan malam-
malamnya dengan munajat panjang pada-Nya.
Ia senantiasa menjaga hafalan KitabNya. Dan senantiasa melaksanakan shoum sunnah
Rasul Nya.
“…dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-
tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.
Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya pada Allah …” (QS. al-
Baqarah:165)
=========================================
Ya Allah sesungguhnya aku ini lemah , maka kuatkanlah aku dan aku ini hina maka
muliakanlah aku dan aku fakir maka kayakanlah aku wahai Dzat yang maha Pengasih
Hari pernikahanku. Hari yang paling bersejarah dalam hidup. Seharusnya saat itu aku
menjadi makhluk yang paling berbahagia. Tapi yang aku rasakan justru rasa haru biru.
Betapa tidak. Di hari bersejarah ini tak ada satu pun sanak saudara yang menemaniku ke
tempat mempelai wanita. Apalagi ibu. Beliau yang paling keras menentang
perkawinanku.Masih kuingat betul perkataan ibu tempo hari,
“Jadi juga kau nikah sama buntelan karung hitam’ itu ….?!?” Duh……, hatiku sempat
kebat-kebit mendengar ucapan itu. Masa calon istriku disebut ‘buntelan karung hitam’.
“Kamu sudah kena pelet barangkali Yanto. Masa suka sih sama gadis hitam, gendut
dengan wajah yang sama sekali tak menarik dan cacat kakinya. Lebih tua beberapa tahun lagi
dibanding kamu !!” sambung ibu lagi.
“Cukup Bu! Cukup! Tak usah ibu menghina sekasar itu. Dia kan ciptaan Allah.
Bagaimana jika pencipta-Nya marah sama ibu…?” Kali ini aku terpaksa menimpali ucapan
ibu dengan sedikit emosi. Rupanya ibu amat tersinggung mendengar ucapanku.
“Oh…. rupanya kau lebih memillih perempuan itu ketimbang keluargamu. baiklah
Yanto. Silahkan kau menikah tapi jangan harap kau akan dapatkan seorang dari kami ada di
tempatmu saat itu. Dan jangan kau bawa perempuan itu ke rumah ini !!”
DEGG !!!!
“Yanto…. jangan bengong terus. Sebentar lagi penghulu tiba,” teguran Ismail
membuyarkan lamunanku.
Segera kuucapkan istighfar dalam hati.
“Alhamdulillah penghulu sudah tiba. Bersiaplah …akhi,” sekali lagi Ismail memberi
semangat padaku.
“Aku terima nikahnya, kawinnya Shalihah binti Mahmud almarhum dengan mas
kawin seperangkat alat sholat tunai !” Alhamdulillah lancar juga aku mengucapkan aqad
nikah.
“Ya Allah hari ini telah Engkau izinkan aku untuk meraih setengah dien.
Mudahkanlah aku untuk meraih sebagian yang lain.”
Di kamar yang amat sederhana. Di atas dipan kayu ini aku tertegun lama.Memandangi
istriku yang tengah tertunduk larut dalam dan diam. Setelah sekian lama kami saling diam,
akhirnya dengan membaca basmalah dalam hati kuberanikan diri untuk menyapanya.
“Assalamu’alaikum …. permintaan hafalan Qur’annya mau di cek kapan De’…?”
tanyaku sambil memandangi wajahnya yang sejak tadi disembunyikan dalam tunduknya. 26
Sebelum menikah, istriku memang pernah meminta malam pertama hingga ke sepuluh agar
aku membacakan hafalan Qur’an tiap malam satu juz. Dan permintaan itu telah aku setujui.
“Nanti saja dalam qiyamullail,” jawab istriku, masih dalam tunduknya. Wajahnya yang
berbalut kerudung putih, ia sembunyikan dalam-dalam. Saat kuangkat dagunya, ia seperti
ingin menolak. Namun ketika aku beri isyarat bahwa aku suaminya dan berhak untuk
melakukan itu , ia menyerah.
Kini aku tertegun lama. Benar kata ibu ..bahwa wajah istriku ‘tidak menarik’.
Sekelebat pikiran itu muncul ….dan segera aku mengusirnya.
Matanya berkaca-kaca menatap lekat pada bola mataku.
“Bang, sudah saya katakan sejak awal ta’aruf, bahwa fisik saya seperti ini. Kalau
Abang kecewa, saya siap dan ikhlas. Namun bila Abang tidak menyesal beristrikan saya,
mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan yang banyak untuk Abang. Seperti
keberkahan yang Allah limpahkan kepada Ayahnya Imam malik yang ikhlas menerima
sesuatu yang tidak ia sukai pada istrinya. Saya ingin mengingatkan Abang akan firman Allah
yang dibacakan ibunya Imam Malik pada suaminya pada malam pertama pernikahan
mereka,” …
Dan bergaullah dengan mereka (istrimu) dengat patut (ahsan). Kemudian bila kamu
tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya kebaikan yang banyak.”(QS An-Nisa:19)
Mendengar tutur istriku, kupandangi wajahnya yang penuh dengan air mata itu lekat-
lekat. Aku teringat kisah suami yang rela menikahi seorang wanita yang memiliki cacat itu.
Dari rahim wanita itulah lahir Imam Malik, ulama besar ummat Islam yang namanya abadi
dalam sejarah.
“Ya Rabbi aku menikahinya karena Mu. Maka turunkanlah rasa cinta dan kasih
sayang milikMu pada hatiku untuknya. Agar aku dapat mencintai dan menyayanginya
dengan segenap hati yang ikhlas.”
Pelan kudekati istriku. Lalu dengan bergetar, kurengkuh tubuhya dalam dekapku.
Sementara, istriku menangis tergugu dalam wajah yang masih menyisakan segumpal ragu.
“Jangan memaksakan diri untuk ikhlas menerima saya, Bang. Sungguh… saya siap
menerima keputusan apapun yang terburuk,” ucapnya lagi.
“Tidak…De’. Sungguh sejak awal niat Abang menikahimu karena Allah. Sudah
teramat bulat niat itu. Hingga Abang tidak menghiraukan ketika seluruh keluarga memboikot
untuk tak datang tadi pagi,” paparku sambil menggenggam erat tangannya.
Malam telah naik ke puncaknya pelan-pelan. Dalam lengangnya bait-bait do’a
kubentangkan pada Nya.
“Robbi, tak dapat kupungkiri bahwa kecantikan wanita dapat mendatangkan cinta
buat laki-laki. Namun telah kutepis memilih istri karena rupa yang cantik karena aku
ingin mendapatkan cinta-Mu. Robbi saksikanlah malam ini akan kubuktikan bahwa 27
cinta sejatiku hanya akan kupasrahkan pada-Mu. Karena itu, pertemukanlah aku
dengan-Mu dalam Jannah-Mu !”
Aku beringsut menuju pembaringan yang amat sederhana itu. Lalu kutatap raut wajah
istriku denan segenap hati yang ikhlas. Ah, .. sekarang aku benar-benar mencintainya.
Kenapa tidak? Bukankah ia wanita sholihah sejati. Ia senantiasa menegakkan malam-
malamnya dengan munajat panjang pada-Nya.
Ia senantiasa menjaga hafalan KitabNya. Dan senantiasa melaksanakan shoum sunnah
Rasul Nya.
“…dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-
tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.
Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya pada Allah …” (QS. al-
Baqarah:165)
=========================================
Ya Allah sesungguhnya aku ini lemah , maka kuatkanlah aku dan aku ini hina maka
muliakanlah aku dan aku fakir maka kayakanlah aku wahai Dzat yang maha Pengasih
Penantian Puluhan Tahun Seorang Gadis
“Semoga catatan ini bisa memberi hikmah bagi kita para Akhwat yang sampai
detik ini belum dipertemukan dengan jodohnya”
Sholat jum’at baru saja usai ditunaikan. Pak Yunus seperti biasa masih berada dalam
masjid bersama beberapa bapak yang lain. Tiba-tiba, baru saja selesai berdzikir, Pak Daud
menghampiri Pak Yunus: menepuk pundak Pak Yunus lantas berjabat tangan. Ya, Pak Yunus
dan Pak Daud sudah berteman sejak lama semenjak dipertemukan dalam satu
pengajian.
“Alhamdulillah baik. Bapak sendiri gimana?”, balas Pak Yunus
“Alhamdulillah.. (terdiam sebentar). Ngomong-ngomong,, masih sendirian aja nih Pak?”,
Pak Daud melempar pertanyaan gurauan yang selama ini sering diajukannya.
Pak Yunus hanya tersenyum seperti biasanya jika ditanya hal itu.
Semenjak istri Pak Yunus meninggal dunia beberapa tahun lalu, Pak Yunus menjalani hari-
harinya tanpa pendamping. Usianya yang sudah kepala 6 pula yang sepertinya menjadi salah
satu keputusan untuk tak ingin menikah lagi. Ketiga anaknya yang telah berkeluarga
membuat Pak Yunus semakin kesepian. Ya, sebagai seorang laki-laki, terkadang perasaan
membutuhkan seorang pendamping di hari tua, juga dialami oleh Pak Yunus.
Banyak teman di sekitar Pak Yunus yang menyarankan untuk menikah lagi, termasuk
Pak Daud.
***
1 Syawal 1430 H
“Hei,, saudara-saudara,, Tasya mau nikah 2011 nanti..”, Mira, menantu Pak Daud,
tiba-tiba berteriak di ruang tengah saat kumpul keluarga besar Pak Daud.
“Bener Sya?”
“Bener ka Tasya?”
Tasya hanya menanggapi pertanyaan-pertanyaan itu dengan senyuman, sambil berkata:
“Itu hanya rencana pribadi. Belum tahu rencana ALLAH nantinya..”
Di sisi lain, Tante Yeni hanya terdiam, dan tersenyum yang cukup dipaksakan. Tante
Yeni adalah adik perempuan Pak Daud yang belum juga bersuami di usianya yang menjelang
kepala 5.
Tasya menangkap semburat yang tidak mengenakkan ketika melihat wajah tante
Yeni.Tasya sadar dan merasakan apa yang tante Yeni rasakan: keponakannya sudah
merencanakan akan menikah,, sementara dirinya??. Mungkin hal itulah yang ada di pikiran
tante Yeni, pikir Tasya.
Tante Yeni memang belum menikah hingga saat ini, yang mungkin seharusnya sudah
saatnya mempunyai anak atau bahkan menimang cucu. Tapi, ya itulah jodoh. Tante Yeni bisa
dibilang belum menemukan jodohnya hingga saat ini.
Apakah karena masalah kecantikan? Ooohh,, tentu tidak! Tante Yeni cukup cantik
dengan kulit putihnya. Apakah karena agamanya? Oooohh,, jangan salah,, tante Yeni adalah
wanita yang sangat menjaga qiyamullail. Apakah karena hartanya? Ooohh,, tentu saja tante
Yeni cukup mandiri untuk menghidupi dirinya walaupun tanpa pekerjaan tetap, yang penting
tetap berpenghasilan. Apakah karena keturunannya? Ooohh,, tante Yeni adalah keturunan
terhormat, dari bapak yang seorang kepala sekolah. Lantas,, apa yang membuatnya hingga
saat ini belum juga menikah??
Ya, itulah misteri jodoh. Kita tak kan pernah tahu kapan datangnya, dan kita takkan
pernah tahu dengan siapa kita berjodoh. Kita hanya bisa menanti, berusaha, berdo’a dan terus
memperbaiki diri.
***
Seperti jum’at biasanya, beberapa bapak masih berdzikir di dalam masjid usai sholat
jum’at, termasuk Pak Yunus dan Pak Daud. Pak Yunus menghampiri Pak Daud yang sedang
berada di pojok masjid.
“Assalamu’alaikum. Pak..”, sapa Pak Yunus sambil menjabat tangan Pak Daud.
“Wa’alaikumusalam..”, jawab Pak Daud hangat.
Pak Yunus menyampaikan maksudnya; ia ingin menikah lagi dan ingin mencoba
berkenalan dengan adik perempuan Pak Daud, tante Yeni.
Pak Daud dengan senang hati menerima tawaran itu dan mengabarkan hal ini kepada
adiknya, tante Yeni. Tante Yeni pun mengiyakan; hal ini yang tentunya sangat dinantikan
tante Yeni.
Pertemuan pertama pun sudah diatur oleh Pak Daud. Pak Daud menemani Pak Yunus
untuk berkunjung ke rumah orang tua Pak Daud, yang tak lain dan tak bukan adalah tempat
tinggal tante Yeni. Mereka berbincang dan berkenalan lebih dalam.
Pertemuan demi pertemuan dilakukan. Tak ada jalan berdua, selalu ada yang
menemani, layaknya ta’aruf pada umumnya. Hanya ada 4 kali pertemuan dan kedua belah
pihak keluarga juga menyetujui, termasuk anak-anak Pak Yunus. Akhirnya khitbah pun
dilangsungkan.
***
Keluarga besar Pak Daud telah berkumpul sejak pagi di rumah orang tua Pak Daud.
Hari ini akan ada ada pertemuan dua keluarga: keluarga Pak Yunus dan keluarga tante Yeni.
Di sela-sela persiapan khitbah, Tasya menemani tante Yeni di kamarnya dan
bermaksud mendapatkan cerita yang menarik dari proses ini. Proses menuju pernikahan
seorang gadis berumur 40-an dengan duda berumur 60-an, sungguh kisah yang unik.
“Gimana tante perasaannya?”, tanya Tasya to the point.
“Yaaaa,, gak nyangka aja. Padahal kamu yang udah ngerencanain nikah, sedangkan
tante gak punya rencana apa-apa. Tapi ternyata sekarang tante mau dilamar..”, jawab
tante Yeni sumringah.
“Ya,, gitu deh kalo udah rencana ALLAH. Aku juga itu baru rencana pribadi. Gak tau
deh ke depannya gimana. Mungkin bisa dipercepat atau diperlambat sama ALLAH
dari rencanaku.”, Tasya semakin bijak dalam kata-kata.
“Iya, padahal kan tante udah hampir 50 umurnya. Tapi ternyata emang baru saat ini
ALLAH memberikan jodoh itu. Nggak tau kenapa pas sama Pak Yunus, terasa dimudahin
banget prosesnya, cuma 4 kali ketemuan. Pas ketemuan 2 kali, dia sms kalo mantap dengan
pilihannya. Pas ketemu sama anak-anaknya, tante juga gak merasa takut, biasa aja. Ya, tante
mah berdoa aja sama ALLAH, jika memang ini yang terbaik maka dekatkanlah dan
mudahkanlah, dan jika memang bukan terbaik untukku, maka jauhkanlah dengan baik-baik.
Alhamdulillah,, proses itu dimudahkan dan hati tante pun mantap.”, cerita panjang tante Yeni
begitu membuat Tasya terperangah.
“Semoga lancar ya Tan,, ke depannya..”, Tasya menguatkan tante Yeni, sambil
bersiap menuju ruang keluarga karena sudah banyak yang menunggu.
***
Setelah khitbah, hari itu juga keluarga besar tante Yeni pun berkumpul untuk membicarakan
resepsi pernikahan yang sungguh unik ini. Mulai dari membuat undangan, kepanitiaan
sampai pembagian tugas. Ya, resepsi pernikahan yang akan dilangsungkan tak jauh beda
dengan resepsi pernikahan pasangan muda pada umumnya.
***
Akad nikah yang dilangsungkan beberapa hari setelah Hari Raya Idul Adha begitu
khidmat. Undangan para anak yatim piatu turut merasakan kebahagiaan kedua mempelai
pada resepsi pernikahan. Dan kini, doa tante Yeni terkabul sudah; menutup masa lajangnya.
***
Kisah ini terinspirasi dari kisah nyata tanteku. Ya, dalam masa penantian menemukan
jodohnya, tak sepatah kata pun kudengar dari bibirnya menyalahkan takdir, menyalahkan
ALLAH yang seolah tak berpihak padanya. Dalam masa penantian itu, dia sibukkan dirinya
dengan ibadah kepada ALLAH dan kegiatan sosial di lingkungannya. Hingga akhirnya,
selama penantian bertahun-tahun, puluhan tahun lamanya, teruji sudah kesabarannya, dan ia
pun mendapatkan jodoh yang insya ALLAH terbaik menurut ALLAH. Itulah misteri jodoh.
Kita tak kan pernah tahu kapan jodoh itu datang. Manusia hanya bisa berencana. Namun,
ALLAH-lah yang berkehendak atas semuanya. Bisa saja jodoh kita datang menjadi lebih
cepat atau bahkan lebih lambat dari rencana kita sebelumnya.
Kita pun tak kan pernah tahu dengan siapa kita berjodoh. Entah itu dengan orang yang
sudah dekat dengan kita maupun orang jauh sekalipun yang tak pernah saling bertemu. Atau
bahkan kita tak dipertemukan dengan jodoh kita di dunia ini, tapi di syurga-NYA nanti.
detik ini belum dipertemukan dengan jodohnya”
Sholat jum’at baru saja usai ditunaikan. Pak Yunus seperti biasa masih berada dalam
masjid bersama beberapa bapak yang lain. Tiba-tiba, baru saja selesai berdzikir, Pak Daud
menghampiri Pak Yunus: menepuk pundak Pak Yunus lantas berjabat tangan. Ya, Pak Yunus
dan Pak Daud sudah berteman sejak lama semenjak dipertemukan dalam satu
pengajian.
“Gimana kabarnya Pak?”, sapa Pak Daud
“Alhamdulillah baik. Bapak sendiri gimana?”, balas Pak Yunus
“Alhamdulillah.. (terdiam sebentar). Ngomong-ngomong,, masih sendirian aja nih Pak?”,
Pak Daud melempar pertanyaan gurauan yang selama ini sering diajukannya.
Pak Yunus hanya tersenyum seperti biasanya jika ditanya hal itu.
Semenjak istri Pak Yunus meninggal dunia beberapa tahun lalu, Pak Yunus menjalani hari-
harinya tanpa pendamping. Usianya yang sudah kepala 6 pula yang sepertinya menjadi salah
satu keputusan untuk tak ingin menikah lagi. Ketiga anaknya yang telah berkeluarga
membuat Pak Yunus semakin kesepian. Ya, sebagai seorang laki-laki, terkadang perasaan
membutuhkan seorang pendamping di hari tua, juga dialami oleh Pak Yunus.
Banyak teman di sekitar Pak Yunus yang menyarankan untuk menikah lagi, termasuk
Pak Daud.
***
1 Syawal 1430 H
“Hei,, saudara-saudara,, Tasya mau nikah 2011 nanti..”, Mira, menantu Pak Daud,
tiba-tiba berteriak di ruang tengah saat kumpul keluarga besar Pak Daud.
Spontan, saudara-saudara yang lain langsung bertanya ke yang bersangkutan, Tasya, anak bungsu Pak Daud.
“Bener Sya?”
“Bener ka Tasya?”
Tasya hanya menanggapi pertanyaan-pertanyaan itu dengan senyuman, sambil berkata:
“Itu hanya rencana pribadi. Belum tahu rencana ALLAH nantinya..”
Di sisi lain, Tante Yeni hanya terdiam, dan tersenyum yang cukup dipaksakan. Tante
Yeni adalah adik perempuan Pak Daud yang belum juga bersuami di usianya yang menjelang
kepala 5.
Tasya menangkap semburat yang tidak mengenakkan ketika melihat wajah tante
Yeni.Tasya sadar dan merasakan apa yang tante Yeni rasakan: keponakannya sudah
merencanakan akan menikah,, sementara dirinya??. Mungkin hal itulah yang ada di pikiran
tante Yeni, pikir Tasya.
Tante Yeni memang belum menikah hingga saat ini, yang mungkin seharusnya sudah
saatnya mempunyai anak atau bahkan menimang cucu. Tapi, ya itulah jodoh. Tante Yeni bisa
dibilang belum menemukan jodohnya hingga saat ini.
Apakah karena masalah kecantikan? Ooohh,, tentu tidak! Tante Yeni cukup cantik
dengan kulit putihnya. Apakah karena agamanya? Oooohh,, jangan salah,, tante Yeni adalah
wanita yang sangat menjaga qiyamullail. Apakah karena hartanya? Ooohh,, tentu saja tante
Yeni cukup mandiri untuk menghidupi dirinya walaupun tanpa pekerjaan tetap, yang penting
tetap berpenghasilan. Apakah karena keturunannya? Ooohh,, tante Yeni adalah keturunan
terhormat, dari bapak yang seorang kepala sekolah. Lantas,, apa yang membuatnya hingga
saat ini belum juga menikah??
Ya, itulah misteri jodoh. Kita tak kan pernah tahu kapan datangnya, dan kita takkan
pernah tahu dengan siapa kita berjodoh. Kita hanya bisa menanti, berusaha, berdo’a dan terus
memperbaiki diri.
***
Seperti jum’at biasanya, beberapa bapak masih berdzikir di dalam masjid usai sholat
jum’at, termasuk Pak Yunus dan Pak Daud. Pak Yunus menghampiri Pak Daud yang sedang
berada di pojok masjid.
“Assalamu’alaikum. Pak..”, sapa Pak Yunus sambil menjabat tangan Pak Daud.
“Wa’alaikumusalam..”, jawab Pak Daud hangat.
Pak Yunus menyampaikan maksudnya; ia ingin menikah lagi dan ingin mencoba
berkenalan dengan adik perempuan Pak Daud, tante Yeni.
Pak Daud dengan senang hati menerima tawaran itu dan mengabarkan hal ini kepada
adiknya, tante Yeni. Tante Yeni pun mengiyakan; hal ini yang tentunya sangat dinantikan
tante Yeni.
Pertemuan pertama pun sudah diatur oleh Pak Daud. Pak Daud menemani Pak Yunus
untuk berkunjung ke rumah orang tua Pak Daud, yang tak lain dan tak bukan adalah tempat
tinggal tante Yeni. Mereka berbincang dan berkenalan lebih dalam.
Pertemuan demi pertemuan dilakukan. Tak ada jalan berdua, selalu ada yang
menemani, layaknya ta’aruf pada umumnya. Hanya ada 4 kali pertemuan dan kedua belah
pihak keluarga juga menyetujui, termasuk anak-anak Pak Yunus. Akhirnya khitbah pun
dilangsungkan.
***
Keluarga besar Pak Daud telah berkumpul sejak pagi di rumah orang tua Pak Daud.
Hari ini akan ada ada pertemuan dua keluarga: keluarga Pak Yunus dan keluarga tante Yeni.
Di sela-sela persiapan khitbah, Tasya menemani tante Yeni di kamarnya dan
bermaksud mendapatkan cerita yang menarik dari proses ini. Proses menuju pernikahan
seorang gadis berumur 40-an dengan duda berumur 60-an, sungguh kisah yang unik.
“Gimana tante perasaannya?”, tanya Tasya to the point.
“Yaaaa,, gak nyangka aja. Padahal kamu yang udah ngerencanain nikah, sedangkan
tante gak punya rencana apa-apa. Tapi ternyata sekarang tante mau dilamar..”, jawab
tante Yeni sumringah.
“Ya,, gitu deh kalo udah rencana ALLAH. Aku juga itu baru rencana pribadi. Gak tau
deh ke depannya gimana. Mungkin bisa dipercepat atau diperlambat sama ALLAH
dari rencanaku.”, Tasya semakin bijak dalam kata-kata.
“Iya, padahal kan tante udah hampir 50 umurnya. Tapi ternyata emang baru saat ini
ALLAH memberikan jodoh itu. Nggak tau kenapa pas sama Pak Yunus, terasa dimudahin
banget prosesnya, cuma 4 kali ketemuan. Pas ketemuan 2 kali, dia sms kalo mantap dengan
pilihannya. Pas ketemu sama anak-anaknya, tante juga gak merasa takut, biasa aja. Ya, tante
mah berdoa aja sama ALLAH, jika memang ini yang terbaik maka dekatkanlah dan
mudahkanlah, dan jika memang bukan terbaik untukku, maka jauhkanlah dengan baik-baik.
Alhamdulillah,, proses itu dimudahkan dan hati tante pun mantap.”, cerita panjang tante Yeni
begitu membuat Tasya terperangah.
“Semoga lancar ya Tan,, ke depannya..”, Tasya menguatkan tante Yeni, sambil
bersiap menuju ruang keluarga karena sudah banyak yang menunggu.
***
Setelah khitbah, hari itu juga keluarga besar tante Yeni pun berkumpul untuk membicarakan
resepsi pernikahan yang sungguh unik ini. Mulai dari membuat undangan, kepanitiaan
sampai pembagian tugas. Ya, resepsi pernikahan yang akan dilangsungkan tak jauh beda
dengan resepsi pernikahan pasangan muda pada umumnya.
***
Akad nikah yang dilangsungkan beberapa hari setelah Hari Raya Idul Adha begitu
khidmat. Undangan para anak yatim piatu turut merasakan kebahagiaan kedua mempelai
pada resepsi pernikahan. Dan kini, doa tante Yeni terkabul sudah; menutup masa lajangnya.
***
Kisah ini terinspirasi dari kisah nyata tanteku. Ya, dalam masa penantian menemukan
jodohnya, tak sepatah kata pun kudengar dari bibirnya menyalahkan takdir, menyalahkan
ALLAH yang seolah tak berpihak padanya. Dalam masa penantian itu, dia sibukkan dirinya
dengan ibadah kepada ALLAH dan kegiatan sosial di lingkungannya. Hingga akhirnya,
selama penantian bertahun-tahun, puluhan tahun lamanya, teruji sudah kesabarannya, dan ia
pun mendapatkan jodoh yang insya ALLAH terbaik menurut ALLAH. Itulah misteri jodoh.
Kita tak kan pernah tahu kapan jodoh itu datang. Manusia hanya bisa berencana. Namun,
ALLAH-lah yang berkehendak atas semuanya. Bisa saja jodoh kita datang menjadi lebih
cepat atau bahkan lebih lambat dari rencana kita sebelumnya.
Kita pun tak kan pernah tahu dengan siapa kita berjodoh. Entah itu dengan orang yang
sudah dekat dengan kita maupun orang jauh sekalipun yang tak pernah saling bertemu. Atau
bahkan kita tak dipertemukan dengan jodoh kita di dunia ini, tapi di syurga-NYA nanti.
Allahu Akbar......
Kisah Perempuan Miskin, Sapi Tua, dan Gaza
Kisah nyata ini terjadi di salah sebuah daerah di Yaman.Kisah penderitaan dan
kepahitan yang dilalui oleh penduduk Gaza tersebar ke seantero dunia. Semua orang marah,
benci, dendam dan sedih. Dimana korban kebanyakan adalah anak-anak kecil tak berdosa
yang menjadi korban muntahan peluru sehingga darah membasah bumi tanpa henti.
Tragedi dahsyat ini juga sampai juga ke telinga seorang perempuan tua yang hidup
miskin di salah sebuah kampung di Yaman. Sama seperti orang lain, dia juga turut sedih dan
pilu sehingga berurai air mata. Lantas suatu hari, dia berusaha sekuat upaya untuk mencoba
membantu sekadar semampunya. Kebetulan , ‘harta’ yang dia punya adalah seekor sapi tua,
terlalu uzur, kurus dan sudah tidak bermaya.
Dengan semangat tinggi dan perasaan simpati amat sangat, dia berniat
menyedekahkan Sapinya itu kepada penduduk Gaza lalu berjalan kaki dari rumah pergi ke
salah sebuah masjid di Yaman sambil memegang sapi tunggal kesayangannya itu.
Kebetulan hari itu Jumaat dan para jemaah sudah mengerumuni pekarangan masjid
untuk melaksanakan ibadat tersebut.
Ketika itu, betapa ramai yang melihat dan memperhatikan perempuan tua nan miskin
dengan sapinya yang berada di sisi luar masjid. Ada yang mengangguk, ada yang
menggeleng kepala. Tak terkecuali ada juga yang tersenyum sinis, tertawa, mengejek melihat
perempuan miskin yang setia berdiri di sisi sapinya.
Masa berlalu, jemaah masjid walaupun khusyuk mendengar khutbah imam namun
sesekali memperhatikan dua mahkhluk tuhan itu. Perempuan dan sapi itu masih di situ yang
tanpa rasa malu atau segan diraut wajahnya.
Setelah imam turun dari mimbar, solat Jumaat kemudian dilakukan, biar dibakar terik
mentari dan peluh menitis dan memercik di muka, perempuan dan sapi tua itu masih saja di
situ.
Segera setelah jemaah selesai solat dan berdoa, tiba-tiba perempuan itu dengan
tergesa-gesa menarik sapi itu membawanya ke depan pintu masjid sambil menanti dengan
penuh sabar tanpa mempedulikan jemaah yang keluar. Ramai juga orang yang tidak beranjak
dan perasaan ingin tahu, apa yang bakal dilakukan oleh perempuan tua itu.
Tatkala imam masjid keluar, perempuan tua itu bingkas berkata :”Wahai imam, aku
telah mendengar kisah sedih penduduk di Gaza. Aku seorang yang miskin tetapi aku
bersimpati dan ingin membantu. Sudilah kau terima satu-satunya sapi yang ku punyai untuk
dibawa ke Gaza, untuk di berikan kepada penduduk di sana.”
Gaduh seketika orang yang berada di masjid itu. Imam kaget dengan permintaan
perempuan itu namun keberatan untuk menerima. Ya, bagaimana membawa sapi tua itu ke
Gaza? Kemudian para jemaah mulai bercakap-cakap. Ada yang mengatakan tindakan itu
tidak munasabah apalagi sapi itu sudah tua dan tiada harga. 23
“Tolonglah.. bawalah sapi ini ke Gaza. Inilah saja yang aku punya. Aku ingin benar
membantu mereka,” ulang perempuan yang tidak dikenali itu. Imam tadi masih
keberatan.Masing-masing jemaah berkata-kata dan berbisik antara satu sama lain. Semua
pandangan tertumpu kepada perempuan dan sapi tuanya itu.
Mata perempuan tua yang miskin itu sudah mulai berkaca dan berair namun tetap
tidak beranjak dan terus merenung ke arah imam tersebut. Sunyi seketika suasana.
Tiba-tiba muncul seorang jemaah lalu bersuara mencetuskan idea: ”Tak mengapalah,
biar aku beli sapi perempuan ini dengan harga 10,000 riyal dan bawa uang itu kemudian
sedekahkanlah kepada penduduk di Gaza.
Imam kemudian nampak setuju. Perempuan miskin tua itu kemudian menyeka air
matanya yang sudah tumpah. Dia membisu namun sepertinya setuju dengan pendapat jemaah
itu.
Tiba-tiba bangkit pula seorang anak muda, memberi pandangan yang jauh lebih hebat
lagi: ”Bagaimana kalau kita rama-ramai membuat tawaran tertinggi sambil bersedekah untuk
membeli sapi ini dan duit nya nanti diserahkan ke Gaza?”
Perempuan itu terkejut, termasuk imam itu juga. Rupa-rupanya cetusan anak muda ini
diterima semua orang. Kemudian dalam beberapa menit para jemaah berebut-rebut
menyedekahkan uang mereka untuk dikumpulkan dengan cara lelang tertinggi.
Ada yang mulai menawar dari 10,000 ke 30,000 riyal dan berlanjutan untuk seketika.
Suasana pekarangan masjid di Yaman itu menjadi riuh selama proses lelang sapi tersebut.
Akhirnya sapi tua, kurus dan tidak bermaya milik perempuan tua miskin itu dibeli
dengan harga 500,000 riyal, setelah itu uang diserahkan kepada imam masjid, semua sepakat
membuat keputusan itu, kemudian salah seorang jemaah berbicara kepada perempuan tua itu.
“Kami telah melelang sapi kamu dan telah mengumpulkan uang sejumlah 500,000
riyal untuk membeli sapi itu.
“Akan tetapi kami telah sepakat, uang yang terkumpul tadi diserahkan kepada imam
untuk disampaikan kepada penduduk Gaza dan sapi itu kami hadiahkan kembali kepada
kamu,” katanya sambil memperhatikan perempuan tua nan miskin itu yang kembali
meneteskan air mata…gembira.
Tanpa diduga, Allah mentakdirkan segalanya, niat perempuan miskin itu untuk
membantu meringankan beban penderitaan penduduk Palestina akhirnya tercapai dan
dipermudahkan sehingga terkumpul uang yang banyak tanpa kehilangan “harta” satu-satunya
yang ada . Subhanallah
kepahitan yang dilalui oleh penduduk Gaza tersebar ke seantero dunia. Semua orang marah,
benci, dendam dan sedih. Dimana korban kebanyakan adalah anak-anak kecil tak berdosa
yang menjadi korban muntahan peluru sehingga darah membasah bumi tanpa henti.
Tragedi dahsyat ini juga sampai juga ke telinga seorang perempuan tua yang hidup
miskin di salah sebuah kampung di Yaman. Sama seperti orang lain, dia juga turut sedih dan
pilu sehingga berurai air mata. Lantas suatu hari, dia berusaha sekuat upaya untuk mencoba
membantu sekadar semampunya. Kebetulan , ‘harta’ yang dia punya adalah seekor sapi tua,
terlalu uzur, kurus dan sudah tidak bermaya.
Dengan semangat tinggi dan perasaan simpati amat sangat, dia berniat
menyedekahkan Sapinya itu kepada penduduk Gaza lalu berjalan kaki dari rumah pergi ke
salah sebuah masjid di Yaman sambil memegang sapi tunggal kesayangannya itu.
Kebetulan hari itu Jumaat dan para jemaah sudah mengerumuni pekarangan masjid
untuk melaksanakan ibadat tersebut.
Ketika itu, betapa ramai yang melihat dan memperhatikan perempuan tua nan miskin
dengan sapinya yang berada di sisi luar masjid. Ada yang mengangguk, ada yang
menggeleng kepala. Tak terkecuali ada juga yang tersenyum sinis, tertawa, mengejek melihat
perempuan miskin yang setia berdiri di sisi sapinya.
Masa berlalu, jemaah masjid walaupun khusyuk mendengar khutbah imam namun
sesekali memperhatikan dua mahkhluk tuhan itu. Perempuan dan sapi itu masih di situ yang
tanpa rasa malu atau segan diraut wajahnya.
Setelah imam turun dari mimbar, solat Jumaat kemudian dilakukan, biar dibakar terik
mentari dan peluh menitis dan memercik di muka, perempuan dan sapi tua itu masih saja di
situ.
Segera setelah jemaah selesai solat dan berdoa, tiba-tiba perempuan itu dengan
tergesa-gesa menarik sapi itu membawanya ke depan pintu masjid sambil menanti dengan
penuh sabar tanpa mempedulikan jemaah yang keluar. Ramai juga orang yang tidak beranjak
dan perasaan ingin tahu, apa yang bakal dilakukan oleh perempuan tua itu.
Tatkala imam masjid keluar, perempuan tua itu bingkas berkata :”Wahai imam, aku
telah mendengar kisah sedih penduduk di Gaza. Aku seorang yang miskin tetapi aku
bersimpati dan ingin membantu. Sudilah kau terima satu-satunya sapi yang ku punyai untuk
dibawa ke Gaza, untuk di berikan kepada penduduk di sana.”
Gaduh seketika orang yang berada di masjid itu. Imam kaget dengan permintaan
perempuan itu namun keberatan untuk menerima. Ya, bagaimana membawa sapi tua itu ke
Gaza? Kemudian para jemaah mulai bercakap-cakap. Ada yang mengatakan tindakan itu
tidak munasabah apalagi sapi itu sudah tua dan tiada harga. 23
“Tolonglah.. bawalah sapi ini ke Gaza. Inilah saja yang aku punya. Aku ingin benar
membantu mereka,” ulang perempuan yang tidak dikenali itu. Imam tadi masih
keberatan.Masing-masing jemaah berkata-kata dan berbisik antara satu sama lain. Semua
pandangan tertumpu kepada perempuan dan sapi tuanya itu.
Mata perempuan tua yang miskin itu sudah mulai berkaca dan berair namun tetap
tidak beranjak dan terus merenung ke arah imam tersebut. Sunyi seketika suasana.
Tiba-tiba muncul seorang jemaah lalu bersuara mencetuskan idea: ”Tak mengapalah,
biar aku beli sapi perempuan ini dengan harga 10,000 riyal dan bawa uang itu kemudian
sedekahkanlah kepada penduduk di Gaza.
Imam kemudian nampak setuju. Perempuan miskin tua itu kemudian menyeka air
matanya yang sudah tumpah. Dia membisu namun sepertinya setuju dengan pendapat jemaah
itu.
Tiba-tiba bangkit pula seorang anak muda, memberi pandangan yang jauh lebih hebat
lagi: ”Bagaimana kalau kita rama-ramai membuat tawaran tertinggi sambil bersedekah untuk
membeli sapi ini dan duit nya nanti diserahkan ke Gaza?”
Perempuan itu terkejut, termasuk imam itu juga. Rupa-rupanya cetusan anak muda ini
diterima semua orang. Kemudian dalam beberapa menit para jemaah berebut-rebut
menyedekahkan uang mereka untuk dikumpulkan dengan cara lelang tertinggi.
Ada yang mulai menawar dari 10,000 ke 30,000 riyal dan berlanjutan untuk seketika.
Suasana pekarangan masjid di Yaman itu menjadi riuh selama proses lelang sapi tersebut.
Akhirnya sapi tua, kurus dan tidak bermaya milik perempuan tua miskin itu dibeli
dengan harga 500,000 riyal, setelah itu uang diserahkan kepada imam masjid, semua sepakat
membuat keputusan itu, kemudian salah seorang jemaah berbicara kepada perempuan tua itu.
“Kami telah melelang sapi kamu dan telah mengumpulkan uang sejumlah 500,000
riyal untuk membeli sapi itu.
“Akan tetapi kami telah sepakat, uang yang terkumpul tadi diserahkan kepada imam
untuk disampaikan kepada penduduk Gaza dan sapi itu kami hadiahkan kembali kepada
kamu,” katanya sambil memperhatikan perempuan tua nan miskin itu yang kembali
meneteskan air mata…gembira.
Tanpa diduga, Allah mentakdirkan segalanya, niat perempuan miskin itu untuk
membantu meringankan beban penderitaan penduduk Palestina akhirnya tercapai dan
dipermudahkan sehingga terkumpul uang yang banyak tanpa kehilangan “harta” satu-satunya
yang ada . Subhanallah
Aku Ingin Anak Lelaki-Ku Menirumu
Ketika lahir, anak lelakiku gelap benar kulitnya, Lalu kubilang pada ayahnya:
“Subhanallah, dia benar-benar mirip denganmu ya!”
Suamiku menjawab:
“Bukankah sesuai keinginanmu? Kau yang bilang kalau anak lelaki ingin seperti aku.”
Aku mengangguk. Suamiku kembali bekerja seperti biasa. Ketika bayi kecilku
berulang tahun pertama, aku mengusulkan perayaannya dengan mengkhatamkan Al Quran di
rumah Lalu kubilang pada suamiku:
“Supaya ia menjadi penghafal Kitabullah ya,Yah.”
Suamiku menatap padaku seraya pelan berkata:
“Oh ya. Ide bagus itu.”
Bayi kami itu, kami beri nama Ahmad, mengikuti panggilan Rasulnya. Tidak berapa
lama, ia sudah pandai memanggil-manggil kami berdua: Ammaa. Apppaa. Lalu ia menunjuk
pada dirinya seraya berkata: Ammat! Maksudnya ia Ahmad. Kami berdua sangat bahagia
dengan kehadirannya.
Ahmad tumbuh jadi anak cerdas, persis seperti papanya. Pelajaran matematika
sederhana sangat mudah dikuasainya. Ah, papanya memang jago matematika. Ia kebanggaan
keluarganya. Sekarang pun sedang S3 di bidang Matematika.
Ketika Ahmad ulang tahun kelima, kami mengundang keluarga. Berdandan rapi kami
semua. Tibalah saat Ahmad menjadi bosan dan agak mengesalkan. Tiba-tiba ia minta naik ke
punggung papanya. Entah apa yang menyebabkan papanya begitu berang, mungkin
menganggap Ahmad sudah sekolah, sudah terlalu besar untuk main kuda-kudaan, atau
lantaran banyak tamu dan ia kelelahan. Badan Ahmad terhempas ditolak papanya, wajahnya
merah, tangisnya pecah, Muhammad terluka hatinya di hari ulang tahunnya kelima.
Sejak hari itu, Ahamad jadi pendiam. Murung ke sekolah, menyendiri di rumah. Ia tak
lagi suka bertanya, dan ia menjadi amat mudah marah. Aku coba mendekati suamiku, dan
menyampaikan alasanku. Ia sedang menyelesaikan papernya dan tak mau diganggu oleh
urusan seremeh itu, katanya.
Tahun demi tahun berlalu. Tak terasa Ahmad telah selesai S1. Pemuda gagah, pandai
dan pendiam telah membawakan aku seorang mantu dan seorang cucu. Ketika lahir, cucuku
itu, istrinya berseru sambil tertawa-tawa lucu:
“Subhanallah! Kulitnya gelap, Mas, persis seperti kulitmu!”
Ahmad menoleh dengan kaku, tampak ia tersinggung dan merasa malu.
“Salahmu. Kamu yang ingin sendiri, kan. Kalau lelaki ingin seperti aku!”
Di tanganku, terajut ruang dan waktu. Terasa ada yang pedih di hatiku. Ada yang
mencemaskan aku.
Cucuku pulang ke rumah, bulan berlalu. Kami, nenek dan kakeknya, datang bertamu.
Ahmad kecil sedang digendong ayahnya. Menangis ia. Tiba-tiba Ahmad anakku menyergah
sambil berteriak menghentak,
“Ah, gimana sih, kok nggak dikasih pampers anak ini!”
Dengan kasar disorongkannya bayi mungil itu.
Suamiku membaca korannya, tak tergerak oleh suasana. Ahmad, papa bayi ini, segera
membersihkan dirinya di kamar mandi. Aku, wanita tua, ruang dan waktu kurajut dalam
pedih duka seorang istri dan seorang ibu. Aku tak sanggup lagi menahan gelora di dada ini.
Pecahlah tangisku serasa sudah berabad aku menyimpannya. Aku rebut koran di tangan
suamiku dan kukatakan padanya:
“Dulu kau hempaskan Ahmad di lantai itu! Ulang tahun ke lima, kau ingat? Kau tolak
ia merangkak di punggungmu! Dan ketika aku minta kau perbaiki, kau bilang kau sibuk
sekali. Kau dengar? Kau dengar anakmu tadi? Dia tidak suka dipipisi. Dia asing dengan
anaknya sendiri!”
Allahumma Shali ala Muhammad. Allahumma Shalli alaihi wassalaam. Aku ingin
anakku menirumu, wahai Nabi.
Engkau membopong cucu-cucumu di punggungmu, engkau bermain berkejaran
dengan mereka Engkau bahkan menengok seorang anak yang burung peliharaannya mati.
Dan engkau pula yang berkata ketika seorang ibu merenggut bayinya dari gendonganmu,
“Bekas najis ini bisa kuseka, tetapi apakah kau bisa menggantikan saraf halus yang
putus di kepalanya?”
Aku memandang suamiku yang terpaku.
Aku memandang anakku yang tegak diam bagai karang tajam.
Kupandangi keduanya, berlinangan air mata.
Aku tak boleh berputus asa dari Rahmat-Mu, ya Allah, bukankah begitu?
Lalu kuambil tangan suamiku, meski kaku, kubimbing ia mendekat kepada Ahmad. Kubawa
tangannya menyisir kepala anaknya, yang berpuluh tahun tak merasakan sentuhan tangan
seorang ayah yang didamba.
Dada Ahmad berguncang menerima belaian. Kukatakan di hadapan mereka berdua,
“Lakukanlah ini, permintaan seorang yang akan dijemput ajal yang tak mampu
mewariskan apa-apa: kecuali Cinta.
Lakukanlah, demi setiap anak lelaki yang akan lahir dan menurunkan keturunan demi
keturunan.
Lakukanlah, untuk sebuah perubahan besar di rumah tangga kita! Juga di permukaan
dunia. Tak akan pernah ada perdamaian selama anak laki-laki tak diajarkan rasa kasih dan
sayang, ucapan kemesraan, sentuhan dan belaian, bukan hanya pelajaran untuk menjadi
jantan seperti yang kalian pahami. Kegagahan tanpa perasaan.
Dua laki-laki dewasa mengambang air di mata mereka.
Dua laki-laki dewasa dan seorang wanita tua terpaku di tempatnya.
Memang tak mudah untuk berubah. Tapi harus dimulai. Aku serahkan bayi Ahmad ke
pelukan suamiku. Aku bilang:
“Tak ada kata terlambat untuk mulai, Sayang.”
Dua laki-laki dewasa itu kini belajar kembali. Menggendong bersama, bergantian
menggantikan popoknya, pura-pura merancang hari depan si bayi sambil tertawa-tawa
berdua, membuka kisah-kisah lama mereka yang penuh kabut rahasia, dan menemukan
betapa sesungguhnya di antara keduanya Allah menitipkan perasaan saling membutuhkan
yang tak pernah terungkapkan dengan kata, atau sentuhan. Kini tawa mereka memenuhi
rongga dadaku yang sesak oleh bahagia, syukur pada-Mu
Ya Allah! Engkaulah penolong satu-satunya ketika semua jalan tampak buntu.
Engkaulah cahaya di ujung keputusasaanku.
Tiga laki-laki dalam hidupku aku titipkan mereka di tangan-Mu.
Kelak, jika aku boleh bertemu dengannya, Nabiku, aku ingin sekali berkata:
Ya, Nabi. aku telah mencoba sepenuh daya tenaga untuk mengajak mereka semua menirumu!
Amin, Alhamdulillah
SEBARKAN ke teman anda jika menurut anda catatan ini bermanfaat
....Perempuan Yang Di Cintai Suamiku....
“Pesan” dahsyat buat para suami (dan calon suami) untuk menjaga istrinya…
Dan motivasi hebat buat para istri (dan calon istri) untuk tetap mencintai suaminya…
Kehidupan pernikahan kami awalnya baik2 saja menurutku. Meskipun menjelang
pernikahan selalu terjadi konflik, tapi setelah menikah Mario tampak baik dan lebih menuruti
apa mauku. Kami tidak pernah bertengkar hebat, kalau marah dia cenderung diam dan pergi
ke kantornya bekerja sampai subuh, baru pulang ke rumah, mandi, kemudian mengantar anak
kami sekolah. Tidurnya sangat sedikit, makannya pun sedikit. Aku pikir dia workaholic.
Dia menciumku maksimal 2x sehari, pagi menjelang kerja, dan saat dia pulang kerja,
itu pun kalau aku masih bangun. Karena waktu pacaran dia tidak pernah romantis, aku pikir,
memang dia tidak romantis, dan tidak memerlukan hal2 seperti itu sebagai ungkapan sayang.
Kami jarang ngobrol sampai malam, kami jarang pergi nonton berdua, bahkan makan
berdua diluar pun hampir tidak pernah. Kalau kami makan di meja makan berdua, kami asyik
sendiri dengan sendok garpu kami, bukan obrolan yang terdengar, hanya denting piring yang
beradu dengan sendok garpu.
Kalau hari libur, dia lebih sering hanya tiduran di kamar, atau main dengan anak2
kami, dia jarang sekali tertawa lepas. Karena dia sangat pendiam, aku menyangka dia
memang tidak suka tertawa lepas. Aku mengira rumah tangga kami baik2 saja selama 8 tahun
pernikahan kami. Sampai suatu ketika, di suatu hari yang terik, saat itu suamiku tergolek
sakit di rumah sakit, karena jarang makan, dan sering jajan di kantornya, dibanding makan di
rumah, dia kena typhoid, dan harus dirawat di RS, karena sampai terjadi perforasi di ususnya.
Pada saat dia masih di ICU, seorang perempuan datang menjenguknya. Dia memperkenalkan
diri, bernama meisha, temannya Mario saat dulu kuliah.
Meisha tidak secantik aku, dia begitu sederhana, tapi aku tidak pernah melihat mata
yang begitu cantik seperti yang dia milii. Matanya bersinar indah, penuh kehangatan dan
penuh cinta, ketika dia berbicara, seakan2 waktu berhenti berputar dan terpana dengan
kalimat2nya yang ringan dan penuh pesona. Setiap orang, laki2 maupun perempuan bahkan
mungkin serangga yang lewat, akan jatuh cinta begitu mendengar dia bercerita.
Meisha tidak pernah kenal dekat dengan Mario selama mereka kuliah dulu, Meisha
bercerita Mario sangat pendiam, sehingga jarang punya teman yang akrab. 5 bulan lalu
mereka bertemu, karena ada pekerjaan kantor mereka yang mempertemukan mereka. Meisha
yang bekerja di advertising akhirnya bertemu dengan Mario yang sedang membuat iklan
untuk perusahaan tempatnya bekerja.
Aku mulai mengingat 2-5 bulan lalu ada perubahan yang cukup drastis pada Mario,
setiap mau pergi kerja, dia tersenyum manis padaku, dan dalam sehari bisa menciumku lebih
dari 3x. Dia membelikan aku parfum baru, dan mulai sering tertawa lepas. Tapi di saat lain,
dia sering termenung di depan komputernya. Atau termenung memegang Hp-nya. Kalau aku
tanya, dia bilang, ada pekerjaan yang membingungkan.
Suatu saat Meisha pernah datang pada saat Mario sakit dan masih dirawat di RS. Aku
sedang memegang sepiring nasi beserta lauknya dengan wajah kesal, karena Mario tidak juga
mau aku suapi. Meisha masuk kamar, dan menyapa dengan suara riangnya,
“Hai Rima, kenapa dengan anak sulungmu yang nomor satu ini? tidak mau makan
juga? uhh… dasar anak nakal, sini piringnya”, lalu dia terus mengajak Mario bercerita sambil
menyuapi Mario, tiba2 saja sepiring nasi itu sudah habis ditangannya. Dan….aku tidak
pernah melihat tatapan penuh cinta yang terpancar dari mata suamiku, seperti siang itu, tidak
pernah seumur hidupku yang aku lalui bersamanya, tidak pernah sedetikpun!
Hatiku terasa sakit, lebih sakit dari ketika dia membalikkan tubuhnya membelakangi
aku saat aku memeluknya dan berharap dia mencumbuku. Lebih sakit dari rasa sakit setelah
operasi caesar ketika aku melahirkan anaknya. Lebih sakit dari rasa sakit, ketika dia tidak
mau memakan masakan yang aku buat dengan susah payah. Lebih sakit daripada sakit ketika
dia tidak pulang ke rumah saat ulang tahun perkawinan kami kemarin. Lebih sakit dari rasa
sakit ketika dia lebih suka mencumbu komputernya dibanding aku.
Tapi aku tidak pernah bisa marah setiap melihat perempuan itu. Meisha begitu manis,
dia bisa hadir tiba2, membawakan donat buat anak2, dan membawakan ekrol kesukaanku.
Dia mengajakku jalan2, kadang mengajakku nonton. kali lain, dia datang bersama suami dan
ke-2 anaknya yang lucu2.
Aku tidak pernah bertanya, apakah suamiku mencintai perempuan berhati bidadari
itu? karena tanpa bertanya pun aku sudah tahu, apa yang bergejolak dihatinya.
Suatu sore, mendung begitu menyelimuti jakarta, aku tidak pernah menyangka, hatiku
pun akan mendung, bahkan gerimis kemudian.
Anak sulungku, seorang anak perempuan cantik berusia 7 tahun, rambutnya keriting
ikal dan cerdasnya sama seperti ayahnya. Dia berhasil membuka password email Papanya,
dan memanggilku, “Mama, mau lihat surat papa buat tante Meisha?”
Aku tertegun memandangnya, dan membaca surat elektronik itu,
Dear Meisha,
Kehadiranmu bagai beribu bintang gemerlap yang mengisi seluruh relung hatiku, aku
tidak pernah merasakan jatuh cinta seperti ini, bahkan pada Rima. Aku mencintai Rima
karena kondisi yang mengharuskan aku mencintainya, karena dia ibu dari anak2ku.
Ketika aku menikahinya, aku tetap tidak tahu apakah aku sungguh2 mencintainya. Tidak ada
perasaan bergetar seperti ketika aku memandangmu, tidak ada perasaan rindu yang tidak
pernah padam ketika aku tidak menjumpainya. Aku hanya tidak ingin menyakiti
perasaannya.
Ketika konflik2 terjadi saat kami pacaran dulu, aku sebenarnya kecewa, tapi aku
tidak sanggup mengatakan padanya bahwa dia bukanlah perempuan yang aku cari untuk
mengisi kekosongan hatiku. Hatiku tetap terasa hampa, meskipun aku menikahinya.
Aku tidak tahu, bagaimana caranya menumbuhkan cinta untuknya, seperti ketika cinta
untukmu tumbuh secara alami, seperti pohon2 beringin yang tumbuh kokoh tanpa pernah
mendapat siraman dari pemiliknya. Seperti pepohonan di hutan2 belantara yang tidak
pernah minta disirami, namun tumbuh dengan lebat secara alami. Itu yang aku rasakan.
Aku tidak akan pernah bisa memilikimu, karena kau sudah menjadi milik orang lain
dan aku adalah laki2 yang sangat memegang komitmen pernikahan kami. Meskipun hatiku
terasa hampa, itu tidaklah mengapa, asal aku bisa melihat Rima bahagia dan tertawa, dia
bisa mendapatkan segala yang dia inginkan selama aku mampu. Dia boleh mendapatkan
seluruh hartaku dan tubuhku, tapi tidak jiwaku dan cintaku, yang hanya aku berikan
untukmu. Meskipun ada tembok yang menghalangi kita, aku hanya berharap bahwa engkau
mengerti, you are the only one in my heart.
yours,
Mario
Mataku terasa panas. Jelita, anak sulungku memelukku erat. Meskipun baru berusia 7
tahun, dia adalah malaikat jelitaku yang sangat mengerti dan menyayangiku.
Suamiku tidak pernah mencintaiku. Dia tidak pernah bahagia bersamaku. Dia
mencintai perempuan lain. Aku mengumpulkan kekuatanku. Sejak itu, aku menulis surat
hampir setiap hari untuk suamiku. Surat itu aku simpan di amplop, dan aku letakkan di lemari
bajuku, tidak pernah aku berikan untuknya.
Mobil yang dia berikan untukku aku kembalikan padanya. Aku mengumpulkan
tabunganku yang kusimpan dari sisa2 uang belanja, lalu aku belikan motor untuk mengantar
dan menjemput anak2ku. Mario merasa heran, karena aku tidak pernah lagi bermanja dan
minta dibelikan bermacam2 merek tas dan baju. Aku terpuruk dalam kehancuranku. Aku dulu
memintanya menikahiku karena aku malu terlalu lama pacaran, sedangkan teman2ku sudah
menikah semua. Ternyata dia memang tidak pernah menginginkan aku menjadi istrinya.
Betapa tidak berharganya aku. Tidakkah dia tahu, bahwa aku juga seorang perempuan
yang berhak mendapatkan kasih sayang dari suaminya ? Kenapa dia tidak mengatakan saja,
bahwa dia tidak mencintai aku dan tidak menginginkan aku ? itu lebih aku hargai daripada
dia cuma diam dan mengangguk dan melamarku lalu menikahiku. Betapa malangnya
nasibku.
Mario terus menerus sakit2an, dan aku tetap merawatnya dengan setia. Biarlah dia
mencintai perempuan itu terus di dalam hatinya. Dengan pura2 tidak tahu, aku sudah
membuatnya bahagia dengan mencintai perempuan itu. Kebahagiaan Mario adalah
kebahagiaanku juga, karena aku akan selalu mencintainya.
**********
Setahun kemudian…
Meisha membuka amplop surat2 itu dengan air mata berlinang. Tanah pemakaman itu
masih basah merah dan masih dipenuhi bunga.
“Mario, suamiku….Aku tidak pernah menyangka pertemuan kita saat aku pertama
kali bekerja di kantormu, akan membawaku pada cinta sejatiku. Aku begitu terpesona
padamu yang pendiam dan tampak dingin. Betapa senangnya aku ketika aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku mencintaimu, dan begitu posesif ingin memilikimu seutuhnya. Aku
sering marah, ketika kamu asyik bekerja, dan tidak memperdulikan aku. Aku merasa di atas
angin, ketika kamu hanya diam dan menuruti keinginanku… Aku pikir, aku si puteri cantik
yang diinginkan banyak pria, telah memenuhi ruang hatimu dan kamu terlalu mencintaiku
sehingga mau melakukan apa saja untukku…..
Ternyata aku keliru…. aku menyadarinya tepat sehari setelah pernikahan kita. Ketika
aku membanting hadiah jam tangan dari seorang teman kantor dulu yang aku tahu sebenarnya
menyukai Mario. Aku melihat matamu begitu terluka, ketika berkata, “kenapa, Rima? Kenapa kamu
mesti cemburu? dia sudah menikah, dan aku sudah memilihmu menjadi istriku?”
Aku tidak perduli,dan berlalu dari hadapanmu dengan sombongnya.
Sekarang aku menyesal, memintamu melamarku. Engkau tidak pernah bahagia
bersamaku. Aku adalah hal terburuk dalam kehidupan cintamu. Aku bukanlah wanita yang
sempurna yang engkau inginkan.
Istrimu, Rima”
Di surat yang lain,
“………Kehadiran perempuan itu membuatmu berubah, engkau tidak lagi sedingin
es. Engkau mulai terasa hangat, namun tetap saja aku tidak pernah melihat cahaya cinta dari
matamu untukku, seperti aku melihat cahaya yang penuh cinta itu berpendar dari kedua bola
matamu saat memandang Meisha……”
Disurat yang kesekian,
“…….Aku bersumpah, akan membuatmu jatuh cinta padaku.
Aku telah berubah, Mario. Engkau lihat kan, aku tidak lagi marah2 padamu, aku tidak lagi
suka membanting2 barang dan berteriak jika emosi. Aku belajar masak, dan selalu kubuatkan
masakan yang engkau sukai. Aku tidak lagi boros, dan selalau menabung. Aku tidak lagi suka
bertengkar dengan ibumu. Aku selalu tersenyum menyambutmu pulang ke rumah. Dan aku
selalu meneleponmu, untuk menanyakan sudahkah kekasih hatiku makan siang ini? Aku
merawatmu jika engkau sakit, aku tidak kesal saat engkau tidak mau aku suapi, aku
menungguimu sampai tertidur disamping tempat tidurmu, di rumah sakit saat engkau dirawat,
karena penyakit pencernaanmu yang selalu bermasalah…….
Meskipun belum terbit juga, sinar cinta itu dari matamu, aku akan tetap berusaha dan
menantinya……..”
Meisha menghapus air mata yang terus mengalir dari kedua mata indahnya…
dipeluknya Jelita yang tersedu-sedu disampingnya.
Disurat terakhir, pagi ini…
“…………..Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke-9. Tahun lalu engkau
tidak pulang ke rumah, tapi tahun ini aku akan memaksamu pulang, karena hari ini aku akan
masak, masakan yang paling enak sedunia. Kemarin aku belajar membuatnya di rumah BudeTati, sampai kehujanan dan basah kuyup, karena waktu pulang hujannya deras sekali, dan aku
hanya mengendarai motor.
Saat aku tiba di rumah kemarin malam, aku melihat sinar kekhawatiran dimatamu.
Engkau memelukku, dan menyuruhku segera ganti baju supaya tidak sakit.
Tahukah engkau suamiku,
Selama hampir 15 tahun aku mengenalmu, 6 tahun kita pacaran, dan hampir 9 tahun
kita menikah, baru kali ini aku melihat sinar kekhawatiran itu dari matamu, inikah tanda2
cinta mulai bersemi dihatimu ?………”
Jelita menatap Meisha, dan bercerita, “Siang itu Mama menjemputku dengan motornya, dari
jauh aku melihat keceriaan diwajah mama, dia terus melambai-lambaikan tangannya
kepadaku. Aku tidak pernah melihat wajah yang sangat bersinar dari mama seperti siang itu,
dia begitu cantik. Meskipun dulu sering marah2 kepadaku, tapi aku selalu menyayanginya.
Mama memarkir motornya di seberang jalan, Ketika mama menyeberang jalan, tiba2 mobil
itu lewat dari tikungan dengan kecepatan tinggi…… aku tidak sanggup melihatnya terlontar,
Tante….. aku melihatnya masih memandangku sebelum dia tidak lagi bergerak……”.
Jelita memeluk Meisha dan terisak-isak. Bocah cantik ini masih terlalu kecil untuk
merasakan sakit di hatinya, tapi dia sangat dewasa.
Meisha mengeluarkan selembar kertas yang dia print tadi pagi. Mario mengirimkan
email lagi kemarin malam, dan tadinya aku ingin Rima membacanya.
Dear Meisha,
Selama setahun ini aku mulai merasakan Rima berbeda, dia tidak lagi marah2 dan
selalu berusaha menyenangkan hatiku. Dan tadi, dia pulang dengan tubuh basah kuyup
karena kehujanan, aku sangat khawatir dan memeluknya. Tiba2 aku baru menyadari betapa
beruntungnya aku memiliki dia. Hatiku mulai bergetar…. Inikah tanda2 aku mulai
mencintainya?
Aku terus berusaha mencintainya seperti yang engkau sarankan, Meisha. Dan besok
aku akan memberikan surprise untuknya, aku akan membelikan mobil mungil untuknya,
supaya dia tidak lagi naik motor kemana-mana. Bukan karena dia ibu dari anak2ku, tapi
karena dia belahan jiwaku….
Meisha menatap Mario yang tampak semakin ringkih, yang masih terduduk
disamping nisan Rima. Di wajahnya tampak duka yang dalam. Semuanya telah terjadi,
Mario……
Kadang kita baru menyadari mencintai seseorang, ketika seseorang itu telah pergi
meninggalkan kita.………………………………………
Foto 4 x 6 di Saku Bajumu Nak....
Seperti hari-hari kemarin,Tetap saja ada perasaan sedih yang menghantui relung hati
Hamzah. Ayah berumur 29 tahun itu terlihat sering murung. Sedihnya Hamzah, bukan karena
persoalan besar, bukan juga permasalahan ekonomi keluarga. Namun, kesedihannya karena
satu pertanyaan yang dilontarkan pemateri ketika mengikuti acara Smart Parenting.
”Bagaimana caranya untuk mengetahui kalo anak berumur 1-5 tahun menyayangi orang
tuannya” ? Ya, pertanyaan itulah yang manjadi beban pikiran dirinya saat ini. Meskipun juga
Hamzah mengakui kalo dirinya bukanlah ayah yang baik. Marah adalah hal yang wajar
terjadi. Namun, marah ketika terlihat oleh anak berusia 2 tahun adalah perkara yang
berbahaya untuk perkembangan emosionalnya. Dan Hamzah mengakui hal itu. Mulai hari itu
ia bertekad untuk menjadi ayah yang lebih baik lagi untuk anaknya.
Mulai saat itu, setiap hari Hamzah pulang kantor dengan tergesa-gesa. Sebab hanya
satu tujuannya. Bagaimana mendapatkan jawaban dari Ridwan anaknya ! Bermain dan
bercengkerama dengan anaknya lebih lama adalah solusi yang tepat untuk mendapatkan
jawaban kata ”Iya”. Hari itu Hamzah membeli bola berukuran besar. Lebih besar dari ukuran
tubuh Ridwan. Mereka bermain lebih lama. Hamzah rela menjadi penjaga gawang yang
berpura-pura jatuh ketika menangkap bola. Dan itu terjadi berulang-ulang hingga
mengundang tawa Ridwan. Hingga mereka letih bermain. Hamzah mengajak Ridwan duduk
sebentar. Hamzah mengambikan segelas air minum yang akan diminum berdua. Pikiran
Hamzah, Ini saat yang tepat menanyakannya. ”Nak, Ridwan sayang sama abi ga ?” Kali ini
Ridwan menatap wajah Hamzah. Hamzah menanti…..tiba-tiba Ridwan berkata ”Abi, ayo
main bola lagi !…. Hamzah terdiam, mungkin pertanyaan itu ditanyakan ketika suasana tidak
tepat pikirnya.
Hamzah. Ayah berumur 29 tahun itu terlihat sering murung. Sedihnya Hamzah, bukan karena
persoalan besar, bukan juga permasalahan ekonomi keluarga. Namun, kesedihannya karena
satu pertanyaan yang dilontarkan pemateri ketika mengikuti acara Smart Parenting.
”Bagaimana caranya untuk mengetahui kalo anak berumur 1-5 tahun menyayangi orang
tuannya” ? Ya, pertanyaan itulah yang manjadi beban pikiran dirinya saat ini. Meskipun juga
Hamzah mengakui kalo dirinya bukanlah ayah yang baik. Marah adalah hal yang wajar
terjadi. Namun, marah ketika terlihat oleh anak berusia 2 tahun adalah perkara yang
berbahaya untuk perkembangan emosionalnya. Dan Hamzah mengakui hal itu. Mulai hari itu
ia bertekad untuk menjadi ayah yang lebih baik lagi untuk anaknya.
Mulai saat itu, setiap hari Hamzah pulang kantor dengan tergesa-gesa. Sebab hanya
satu tujuannya. Bagaimana mendapatkan jawaban dari Ridwan anaknya ! Bermain dan
bercengkerama dengan anaknya lebih lama adalah solusi yang tepat untuk mendapatkan
jawaban kata ”Iya”. Hari itu Hamzah membeli bola berukuran besar. Lebih besar dari ukuran
tubuh Ridwan. Mereka bermain lebih lama. Hamzah rela menjadi penjaga gawang yang
berpura-pura jatuh ketika menangkap bola. Dan itu terjadi berulang-ulang hingga
mengundang tawa Ridwan. Hingga mereka letih bermain. Hamzah mengajak Ridwan duduk
sebentar. Hamzah mengambikan segelas air minum yang akan diminum berdua. Pikiran
Hamzah, Ini saat yang tepat menanyakannya. ”Nak, Ridwan sayang sama abi ga ?” Kali ini
Ridwan menatap wajah Hamzah. Hamzah menanti…..tiba-tiba Ridwan berkata ”Abi, ayo
main bola lagi !…. Hamzah terdiam, mungkin pertanyaan itu ditanyakan ketika suasana tidak
tepat pikirnya.
Malam harinya, Hamzah membacakan buku ”Akhlaq Islami” kepada anaknya. Kali
ini Hamzah membacanya dengan sabar dan lebih lama dari biasanya. Malam itu 9 buku
dibacanya sampai habis. Hingga ketika anaknya terlihat mengantuk, Hamzah berinisiatif
untuk menyeka punggung Ridwan. Ketika usapan demi usapan dilakukannya, terbesit
keingginan untuk menanyakan kepada anaknya ”Nak, Ridwan sayang ka sama abi?”…
Ridwan terdiam, ternyata Ridwan keburu tidur sebelum ditanya. Hmm….biarlah, mungkin ia
letih bermain tadi siang. Sambil mengusap punggung, dipandanginya wajah anaknya.
Hamzah berkata di telingga anaknya. ”Nak, maafkan abi jika ternyata abi bukanlah ayah yang
baik untukmu. Hingga engkau sulit mengatakan kata ”Iya”. Tapi biarlah, abi akan berusaha
menjadi ayah yang baik”.
Malam pun berlalu, tanpa jawaban yang diimpikannya….
Sepulang shalat subuh, dompetnya berserakan! Ridwan ternyata telah bangun ketika
Hamzah ke masjid. Foto dan tanda pengenal berceceran kemana-mana. Dengan sabar
Hamzah mengambilnya dan memperbaikinya kembali. Hamzah berkata ke anaknya”Jangan
dibuka dompet abi ya, disini banyak tanda pengenal yang penting. Nanti kalo hilang
bagaimana ? ” Ridwan mengangguk tanda setuju. ”Oke! Ayo kita toss dulu” kata Hamzah.
Dan Ridwan pun mengangkat dan membuka jarinya untuk toss dan tersenyum.
”Ok ummi, ayo berangkat” kata Hamzah. Waktu menunjukkan pukul 06.50.
eh,ternyata Ridwan tak mau ganti baju. Bajunya yang dipake tidur tidak mau digantinya. Baju 49
bermotif mobil traktor dengan saku di depan itu terlihat kumal. Tapi Ridwan tetap tak mau
ganti baju. Bahkan sampai menangis ketika bajunya mau dilepas. Karena takut terlambat ke
kantor, maka biarlah Ridwan tidak mandi dan tak mau ganti baju.
Sore itu, Hamzah pulang tak lagi tergesa-gesa. Toh Ridwan tak menunjukkan itikad
mengucapkan kata-kata ”Iya” untuk dirinya. Maka kali ini Hamzah melakukan aktifitas
seperti biasa. Menjemput Ridwan di rumah nenek yang ternyata memakai baju yang sama
dengan baju tadi pagi. Kata nenek ”Ridwan ngak mau ganti baju, dia jingkar ( Menangis
hebat ) kalo bajunya mau dilepas”
Malam itu Hamzah tak ingin bermain bola bersama anaknya. Hamzah menggiring
Ridwan untuk tidur lebih awal. Maka diiringilah tidur Ridwan dengan tilawah.Setelah
terlelap tidur. Hamzah meminta istrinya untuk mengganti baju Ridwan yang kumal karena
besok pagi giliran Hamzah yang mencuci baju.
Sepulang shalat subuh, Ridwan belum bangun. Tumpukan baju satu persatu
dicucinya. Hingga tiba pada baju bermotif traktor Ridwan. Baju yang dipake seharian. Ketika
mencuci, Hamzah menemukan foto 4×6 dirinya di saku baju Ridwan…Dan hal itulah yang
membuat Ridwan tersenyum dan berkata dalam hati ”Tak usahlah engkau berkata ”Iya” Nak.
Abi sudah tahu jawabannya”……
Anak-anak Belajar Dari Kehidupannya
jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan hinaan ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan toleransi ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dorongan ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan pujian ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan sebaik-baik perlakuan ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan rasa aman ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dukungan ia belajar menyenangi dirinya
Jika anak dibesarkan kasih sayang dan persahabatan ia belajar menemukan cinta dalam
kehidupannya.
Langganan:
Postingan (Atom)